Rabu, 15 Februari 2017

Mati Syahid Karena Melahirkan dan Tenggelam

Ada bentuk mati yang dirasakan begitu mengerikan, namun bisa mendatangkan mati syahid. Di antaranya karena tenggelam dan melahirkan. Apa maksudnya?

Kita terlebih dahulu lihat hadits-hadits yang membicarakan tentang hal itu.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena tho’un (wabah), orang yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan dan orang yang mati syahid di jalan Allah.” (HR. Bukhari, no. 2829 dan Muslim, no. 1914)

Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْقَتِيلُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ شَهِيدٌ وَالْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ

“Orang yang terbunuh di jalan Allah (fii sabilillah) adalah syahid; orang yang mati karena wabah adalah syahid; orang yang mati karena penyakit perut adalah syahid; dan wanita yang mati karena melahirkan adalah syahid.” (HR. Ahmad, 2: 522. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dan ‘Adil Mursyid menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).

Dari Jabir bin ‘Atik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ وَالَّذِى يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ

“Orang-orang yang mati syahid yang selain terbunuh di jalan Allah ‘azza wa jalla itu ada tujuh orang, yaitu korban wabah adalah syahid; mati tenggelam (ketika melakukan safar dalam rangka ketaatan) adalah syahid; yang punya luka pada lambung lalu mati, matinya adalah syahid; mati karena penyakit perut adalah syahid; korban kebakaran adalah syahid; yang mati tertimpa reruntuhan adalah syahid; dan seorang wanita yang meninggal karena melahirkan (dalam keadaan nifas atau dalam keadaan bayi masih dalam perutnya, pen.) adalah syahid.” (HR. Abu Daud, no. 3111. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Lihat keterangan ‘Aun Al-Ma’bud, 8: 275)

Di antara maksud syahid sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Ambari,

لِأَنَّ اللَّه تَعَالَى وَمَلَائِكَته عَلَيْهِمْ السَّلَام يَشْهَدُونَ لَهُ بِالْجَنَّةِ . فَمَعْنَى شَهِيد مَشْهُود لَهُ

“Karena Allah Ta’ala dan malaikatnya ‘alaihimus salam menyaksikan orang tersebut dengan surga. Makna syahid di sini adalah disaksikan untuknya.” (Syarh Shahih Muslim, 2: 142, juga disebutkan dalam Fath Al-Bari, 6: 42).

Ibnu Hajar menyebutkan pendapat lain, yang dimaksud dengan syahid adalah malaikat menyaksikan bahwa mereka mati dalam keadaan husnul khatimah (akhir hidup yang baik). (Lihat Fath Al-Bari, 6: 43)

 

Level Syahid

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa syahid itu ada tiga macam:

Syahid yang mati ketika berperang melawan kafir harbi (yang berhak untuk diperangi). Orang ini dihukumi syahid di dunia dan mendapat pahala di akhirat. Syahid seperti ini tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.Syahid dalam hal pahala namun tidak disikapi dengan hukum syahid di dunia. Contoh syahid jenis ini ialah mati karena melahirkan, mati karena wabah penyakit, mati karena reruntuhan, dan mati karena membela hartanya dari rampasan, begitu pula penyebutan syahid lainnya yang disebutkan dalam hadits shahih. Mereka tetap dimandikan, dishalatkan, namun di akhirat mendapatkan pahala syahid. Namun pahalanya tidak harus seperti syahid jenis pertama.Orang yang khianat dalam harta ghanimah (harta rampasan perang), dalam dalil pun menafikan syahid pada dirinya ketika berperang melawan orang kafir. Namun hukumnya di dunia tetap dihukumi sebagai syahid, yaitu tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Sedangkan di akhirat, ia tidak mendapatkan pahala syahid yang sempurna. Wallahu a’lam. (Syarh Shahih Muslim, 2: 142-143).

Jadi Imam Nawawi menggolongkan mati syahid karena tenggelam, juga karena hamil atau melahirkan adalah dengan mati syahid akhirat, di mana mereka tetap dimandikan dan dishalatkan. Beda halnya dengan mati syahid karena mati di medan perang.

 

Ibnu Hajar rahimahullah membagi mati syahid menjadi dua macam:

Syahid dunia dan syahid akhirat, adalah mati ketika di medan perang karena menghadap musuh di depan.Syahid akhirat, yaitu seperti yang disebutkan dalam hadits di atas (yang mati tenggelam dan semacamnya, pen.). Mereka akan mendapatkan pahala sejenis seperti yang mati syahid. Namun untuk hukum di dunia (seperti tidak dimandikan, pen.) tidak berlaku bagi syahid jenis ini. (Fath Al-Bari, 6; 44)

 

Asalkan Tenggelam Sudah Disebut Syahid ataukah Tidak?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya, ada orang yang menaiki kapal dengan maksud pergi berdagang kemudian tenggelam, apakah ia dikatakan mati syahid?

Ibnu Taimiyah rahimahullah memberikan jawaban, ia termasuk syahid selama ia tidak bermaksiat ketika ia naik kapal tadi. Ada hadist shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan, orang yang mati tenggelam termasuk syahid; orang yang mati karena sakit perut termasuk syahid; orang yang mati terbakar termasuk syahid; orang yang mati karena wabah termasuk syahid; wanita yang mati karena melahirkan termasuk syahid; juga orang yang mati karena tertimpa reruntuhan termasuk syahid. Ada juga hadits yang menyebutkan selain dari itu.

Asalnya memang pergi berdagang dengan kapal itu boleh selama yakin bahwa diri kita bisa selamat. Namun kalau tidak yakin bisa selamat, maka tidak boleh bergadang dengan kapal laut. Jika nekad dilakukan, maka sama saja bunuh diri dan tidak disebut syahid. Wallahu a’lam. (Majmu’ah Al-Fatawa, 24: 293)

 

Yang Mati Tenggelam Apakah Tetap Dimandikan dan Dishalatkan?

Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan bahwa orang yang mati syahid tidak lewat jalan berperang seperti karena sakit perut, karena wabah penyakit, karena tenggelam, karena tertimpa reruntuhan, juga karena melahirkan, tetap dimandikan dan dikafani sebagaimana diketahui tidak ada perselisihan dalam hal ini.

Mereka semuanya yang mati syahid bukan karena berperang tetap dimandikan dan dishalatkan. Karena yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggalkan adalah tidak memandikan orang yang mati syahid karena berperang. Karena kalau dimandikan akan menghilangkan darah baik. Alasan lainnya, karena sulit untuk memandikan orang yang mati syahid, ditambah jumlah yang mati biasa banyak. Begitu pula, orang yang mati syahid di medan perang memiliki luka-luka. Sedangkan untuk orang yang mati karena tenggelam dan lainnya tidak ditemukan alasan-alasan seperti itu. (Al-Mughni, 3: 476-477)

Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.

 

@ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 5 Rabi’uts Tsani 1438 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

7 Hal Penting yang Belum Diketahui Wanita Muslimah Mengenai Berhias Diri

Ada beberapa point penting yang belum diketahui oleh wanita muslimah, bahkan sebagiannya ada yang dilanggar. Berikut hal-hal penting tersebut.

 

1- Hendaklah setiap wanita memperhatikan “sunnah fitrah” (perintah yang menunjukkan kebersihan diri) seperti memendekkan kuku, menghilangkan bulu ketiak, dan bulu kemaluan.

2- Hukum berkaitan dengan rambut wanita:

a- Hendaklah wanita muslimah memelihara rambutnya, dilarang untuk mencukur habis kecuali dalam keadaan darurat.

b- Adapun jika rambut wanita itu ingin dipendekkan misal karena kebutuhan, misalnya karena sulit terurus, maka tidaklah mengapa dipendekkan sesuai kebutuhan sebagaimana istri-istri Nabi (ummahatul mukminin) juga memendekkan rambut mereka setelah ditinggal mati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

c- Adapun jika memendekkan rambut karena ingin ikut model wanita kafir (non-muslim) dan wanita fasik atau karena ingin ikut model rambut laki-kaki, seperti itu diharamkan karena kita dilarang untuk tasyabbuh (menyerupai) orang kafir secara umum, begitu pula wanita dilarang menyerupai laki-laki dalam berpenampilan.

d- Adapun jika memendekkan rambut hanya untuk berpenampilan cantik, baiknya tidak sampai memendekkan rambut karena rambut panjang itu lebih baik bagi wanita.

Ingat, wanita itu semakin cantik menawan dengan rambut panjangnya, sedangkan laki-laki semakin tampan dengan jenggotnya.

e- Dilarang bagi wanita untuk mengumpulkan rambut di atas kepalanya. Inilah yang dimaksud dengan hadits wanita yang diancam tidak akan mencium bau surga “ru-usuhunna ka-asnimatil bukhti al-maa’ilah” (kepala mereka seperti punuk unta).

f- Dilarang bagi wanita menyambung rambut karena dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyambung rambut dan meminta disambungkan rambutnya.

g- Dilarang bagi wanita mencabut atau menghilangkan alis dan bulu mata, sebagian atau seluruhnya, baik memendekkan atau mencukurnya, baik menggunakan bahan tertentu untuk menghilangkan seluruhnya atau sebagiannya. Perbuatan semacam ini disebut “an-namsh”. Di mana disebutkan dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang mencukur atau mencukur sendiri alisnya. Perbuatan ini termasuk dalam dosa besar. Seorang wanita pun tidak boleh menaati suaminya jika diperintah mencukur alisnya.

3- Dilarang menjarangkan gigi dengan tujuan untuk mempercantik diri.

4- Dilarang bagi wanita mentato dirinya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mentato dengan ditato orang lain atau mentato dirinya sendiri.

5- Dibolehkan bagi wanita menggunakan hena pada tangan dan kakinya, juga kuku. Namun berhias diri ini untuk wanita seperti ini berlaku untuk yang sudah menikah untuk suaminya di rumah. Hendaknya pula menghindari mewarnai kuku dengan pewarna yang tidak menghalangi masuknya air.

6- Dibolehkan bagi wanita mewarnai rambutnya jika memang sudah beruban. Namun dihindari menggunakan warna hitam. Namiun kalau rambut belum beruban, masih berwarna hitam, tidak dibolehkan untuk diubah ke warna lain karena warna hitam pada rambut menunjukkan kecantikan. Dan ketika itu bukan keadaan darurat pula dibutuhkan untuk mewarnai rambut. Juga ada sebab terlarangnya karena meniru-niru model rambut orang kafir.

7- Boleh bagi wanita berhias diri dengan emas atau perak sesuai dengan kebiasaan, sebagaimana hal ini disepakati oleh para ulama. Namun tidak boleh bagi wanita menampakkan perhiasan dirinya lelaki yang bukan mahram, bahkan baiknya tetap ia tutup dari pandangan laki-laki terkhusus ketika keluar dari rumah. Karena menampakkan semacam tadi dapat menimbulkan gejolak. Suara perhiasan yang dikaki saja dari wanita tidak boleh diperdengarkan, apalagi menampakkan perhiasannya.

Semoga bermanfaat.

Diringkas saat perjalanan Panggang-Jogja, Selasa pagi, 17 Jumadal Ula 1438 H, 14-02-2017

Dari kitab At-Tambihaat ‘ala Ahkam Takhtash bi Al-Mukminaat karya Syaikhuna Shalih Al-Fauzan, hlm. 9-14, Penerbit Dar Al-‘Aqidah

Cara Shalat Pakai Kaos Kaki

Kami sedikit heran saja ada yang mengkritik seorang presiden cuma karena ia shalat pakai kaos kaki. Apa benar tidak boleh shalat pakai kaos kaki?

Dalam website Islam Web disebutkan dua kondisi menggunakan kaos kaki ketika shalat

Sekedar memakai kaos kaki saat shalat, dibolehkan baik untuk laki-laki dan perempuan. Kalau cuma sekedar memakai saat shalat, maka tidaklah ada syarat-syarat tertentu kalau memang tujuannya untuk menghilangkan dingin, panas, atau karena sakit.Jika tujuannya agar kaos kaki cukup bisa diusap saat berwudhu sebagai gantian dari mencuci kaki, maka itu adalah keringanan bagi laki-laki maupun perempuan (sama dengan hukum mengusap khuf atau sepatu, .pen). Namun ada syarat-syarat yang mesti dipenuhi untuk maksud ini.

 

Untuk keadaan pertama, caranya adalah:

Berwudhu dalam keadaan kaos kaki dibuka, lalu kaki tetap dicuci saat wudhu.Menggunakan kaos kaki lagi setelah berwudhu, kemudian shalat menggunakan kaos kaki.

 

Untuk keadaan kedua, caranya adalah:

Pertama kali berwudhu dalam keadaan kaos kaki dibuka, lalu kaki tetap dicuci saat wudhu.Menggunakan kaos kaki lagi setelah berwudhu dengan niatan kalau wudhu batal, cukup mengusap kaos kaki. Kemudian shalat menggunakan kaos kaki.Seharian tetap menggunakan kaos kaki tanpa dilepas, ketika wudhu batal, maka cukup kaos kaki diusap saat wudhu tanpa melepasnya. Usapannya sebanyak sekali usapan, cukup dengan tangan yang basah. Yang diusap adalah bagian atas kaos kaki, bukan bagian bawahnya.Mengusap kaos kaki ini berlaku untuk yang mukim selama 24 jam, untuk musafir 3×24 jam. Dengan catatan selama masa tersebut kaos kaki tidak dilepas. Kalau dilepas berarti kembali ke point nomor satu di atas, alias mengusapnya jadi batal.

 

Syarat Bolehnya Mengusap Kaos Kaki Saat Wudhu

Memakai kaos kaki dalam keadaan sudah berwudhu atau mandi terlebih dahulu.Kaos kaki yang digunakan menutupi kaki hingga mata kaki.Bahan kaos kaki adalah bahan yang suci.

 

Dalil Bolehnya Mengusap Khuf (Sepatu) dan Kaos Kaki

 

Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ.

“Seandainya agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya.” (HR. Abu Daud, no. 162. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

 

Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Pada suatu malam di suatu perjalanan aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu aku sodorkan pada beliau bejana berisi air. Kemudian beliau membasuh wajahnya, lengannya, mengusap kepalanya. Kemudian aku ingin melepaskan sepatu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun beliau berkata,

دَعْهُمَا ، فَإِنِّى أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ » . فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا

“Biarkan keduanya (tetap kukenakan). Karena aku telah memakai keduanya dalam keadaan bersuci sebelumnya.” Lalu beliau cukup mengusap khufnya saja. (HR. Ahmad, 4: 251; Bukhari, no. 206; Muslim, no. 274)

Hadits ini menunjukkan bahwa syarat mengenakan khuf dan kaos kaki yang ingin diusap saat wudhu adalah harus dalam keadaan bersuci dengan sempurna. Syarat ini disepakati oleh para ulama.  (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 37: 264)

 

Dari Shafwan bin ‘Assal radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

فَأَمَرَنَا أَنْ نَمْسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ إِذَا نَحْنُ أَدْخَلْنَاهُمَا عَلَى طُهْرٍ ثَلاَثاً إِذَا سَافَرْنَا وَيَوْماً وَلَيْلَةً إِذَا أَقَمْنَا وَلاَ نَخْلَعَهُمَا مِنْ غَائِطٍ وَلاَ بَوْلٍ وَلاَ نَوْمٍ وَلاَ نَخْلَعَهُمَا إِلاَّ مِنْ جَنَابَةٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami untuk mengusap khuf yang telah kami kenakan dalam keadaan kami suci sebelumnya. Jangka waktu mengusapnya adalah tiga hari tiga malam jika kami bersafar dan sehari semalam jika kami mukim. Dan kami tidak perlu melepasnya ketika kami buang hajat dan buang air kecil (kencing). Kami tidak mencopotnya selain ketika dalam kondisi junub.” (HR. Ahmad, 4: 239. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa penjelasan mengenai mengusap khuf dalam hadits ini dinilai shahih lighoirihi, dilihat dari jalur lain. Sedangkan sanad ini hasan dilihat dari jalur ‘Ashim)

Semoga bermanfaat. Moga Allah memberi taufik dan hidayah.

 

Referensi:

https://rumaysho.com/1681-ajaran-mengusap-khuf.htmlhttp://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=10133http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&lang=&Option=FatwaId&Id=5345

Selasa, 17 Januari 2017

Mengenal Lebih Dekat Ustadzah Irena Handono

Namaku Irena Handono Handono. Aku dibesarkan dalam keluarga yang rilegius. Ayah dan ibuku merupakan pemeluk Katholik yang taat. Sejak bayi aku sudah dibaptis, dan sekolah seperti anak-anak lain. Aku juga mengikuti kursus agama secara privat. Ketika remaja aku aktif di Organisasi gereja.

Sejak masa kanak-kanak, aku sudah termotivasi untuk masuk biara. Bagi orang Katholik, hidup membiara adalah hidup yang paling mulia, karena pengabdian total seluruh hidupnya hanya kepada Tuhan. Semakin aku besar, keinginan itu sedemikian kuatnya, sehingga menjadi biarawati adalah tujuan satu-satunya dalam hidupku.

Kehidupanku nyaris sempurna, aku terlahir dari keluarga yang kaya raya, kalau diukur dari materi. Rumahku luasnya 1000 meter persegi. Bayangkan, betapa besarnya. Kami berasal dari etnis Tionghoa. Ayaku adalah seorang pengusaha terkenal di Surabaya, beliau merupakan salah satu donator terbesar gereja di Indonesia. Aku anak kelima dan perempuan satu-satunya dari lima bersaudara.

Aku amat bersyukur karena dianugrahi banyak kelebihan. Selain materi, kecerdasanku cukup lumayan. Prestasi akademikku selalu memuaskan. Aku pernah terpilih sebagai ketua termuda pada salah satu organisasi gereja. Ketika remaja aku layaknya remaja pada umumnya, punya banyak teman, aku dicintai oleh mereka, bahkan aku menjadi faforit bagi kawan-kawanku.

Intinya, masa mudaku kuhabiskan dengan penuh kesan, bermakna, dan indah. Namun demikian aku tidak larut dalam semaraknya pergaulan muda-mudi, walalupun semua fasilitas untuk hura-hura bahkan foya-foya ada. Keinginan untuk menjadi biarawati tetap kuat. Ketika aku lulus SMU, aku memutuskan untuk mengikuti panggilan Tuhan itu.

Tentu saja orang tuaku terkejut. Berat bagi mereka untuk membiarkan anak gadisnya hidup terpisah dengan mereka. Sebagai pemeluk Katholik yang taat, mereka akhirnya mengikhlaskannya. Sebaliknya dengan kakak-kakaku, mereka justru bangga punya adik yang masuk biarawati.

Tidak ada kesulitan ketika aku melangkah ke biara, justru kemudahan yang kurasakan. Dari banyak biarawati, hanya ada dua orang biara yang diberi tugas ganda. Yaitu kuliah di biara dan kuliah di Instituit Filsafat Teologia, seperti seminari yang merupakan pendidikan akhir pastur. Salah satu dari biarawati yang diberi keistimewaan itu adalah saya.

Dalam usia 19 tahun Aku harus menekuni dua pendidikan sekaligus, yaknip endidikan di biara, dan di seminari, dimana aku mengambil Fakultas Comparative Religion, Jurusan Islamologi.

Di tempat inilah untuk pertama kali aku mengenal Islam. Di awal kuliah, dosen memberi pengantar bahwa agama yang terbaik adalah agama kami sedangkan agama lain itu tidak baik. Beliau mengatakan, Islam itu jelek. Di Indonesia yang melarat itu siapa?, Yang bodoh siapa? Yang kumuh siapa? Yang tinggal di bantaran sungai siapa? Yang kehilangan sandal setiap hari jumat siapa? Yang berselisih paham tidak bisa bersatu itu siapa? Yang jadi teroris siapa? Semua menunjuk pada Islam. Jadi Islam itu jelek.

Aku mengatakan kesimpulan itu perlu diuji, kita lihat negara-negara lain, Philiphina, Meksiko, Itali, Irlandia, negara-negara yang mayoritas kristiani itu tak kalah amburadulnya. Aku juga mencontohkan negara-negara penjajah seperti terbentuknya negara Amerika dan Australia, sampai terbentuknya negara Yahudi Israel itu, mereka dari dulu tidak punya wilayah, lalu merampok negara Palestina.

Jadi tidak terbukti kalau Islam itu symbol keburukan. Aku jadi tertarik mempelajari masalah ini. Solusinya, aku minta ijin kepada pastur untuk mempelajari Islam dari sumbernya sendiri, yaitu al-Qur'an dan Hadits. Usulan itu diterima, tapi dengan catatan, aku harus mencari kelemahan Islam.

Ketika pertama kali memegang kitab suci al-Qur'an, aku bingung. Kitab ini, mana yang depan, mana yang belakang, mana atas mana bawah. Kemudian aku amati bentuk hurufnya, aku semakin bingung. Bentuknya panjang-panjang, bulat-bulat, akhirnya aku ambil jalan pintas, aku harus mempelajari dari terjemah.

Ketika aku pelajari dari terjemahan, karena aku tak mengerti bahwa membaca al-Quran dimulai dari kiri, aku justru terbalik dengan membukanya dari kanan. Yang pertama kali aku pandang, adalah surat Al Ihlas.

Aku membacanya, bagus surat al-Ikhlas ini, pujiku. Suara hatiku membenarkan bahwa Allah itu Ahad, Allah itu satu, Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak sesuatu pun yang menyamai Dia. "Ini 'kok bagus, dan bisa diterima!" pujiku lagi.

Pagi harinya, saat kuliah Teologia, dosen saya mengatakan, bahwa Tuhan itu satu tapi pribadinya tiga, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Putra dan Tuhan Roh Kudus. Tiga Tuhan dalam satu, satu Tuhan dalam tiga, ini yang dinamakan trinitas, atau tritunggal. Malamnya, ada yang mendorong diriku untuk mengaji lagi surat al-Ihklas. "Allahhu ahad, ini yang benar," putusku pada akhirnya.

Maka hari berikutnya terjadi dialog antara saya dan dosen-dosen saya. Aku katakan, "Pastur (Pastur), saya belum paham hakekat Tuhan."
"Yang mana yang Anda belum paham?" tanya Pastur. Dia maju ke papan tulis sambil menggambar segitiga sama sisi, AB=BC=CA. Aku dijelaskan, segitiganya satu, sisinya tiga, berarti tuhan itu satu tapi pribadinya tiga. Tuhan Bapak sama kuasanya dengana Tuhan Putra sama dengan kuasanya Tuhan Roh Kudus. Demikian Pastur menjelaskan.

"Kalau demikian, suatu saat nanti kalau dunia ini sudah moderen, iptek semakin canggih, Tuhan kalau hanya punya tiga pribadi, tidak akan mampu untuk mengelola dunia ini. Harus ada penambahnya menjadi empat pribadi," tanyaku lebih mendalam.

Dosen menjawab, "Tidak bisa!" Aku jawab bisa saja, kemudian aku maju ke papan tulis. Saya gambar bujur sangkar. Kalau dosen saya mengatakan Tuhan itu tiga dengan gambar segitiga sama sisi, sekarang saya gambar bujur sangkar. Dengan demikian, bisa saja saya simpulkan kalau tuhan itu pribadinya empat. Pastur bilang, tidak boleh. Mengapa tidak boleh? Tanya saya semakin tak mengerti.

"Ini dogma, yaitu aturan yang dibuat oleh para pemimpin gereja!" tegas Pastur. Aku katakan, kalau aku belum paham dengan dogma itu bagaimana? "Ya terima saja, telan saja. Kalau Anda ragu-ragu, hukumnya dosa!" tegas Pastur mengakhiri.

Walau pun dijawab demikian, malam hari ada kekuatan yang mendorong saya untuk kembali mempelajari surat al-Ikhlas. Ini terus berkelanjutan, sampai akhirnya aku bertanya kepada Pastur, "Siapa yang membuat mimbar, membuat kursi, meja?" Dia tidak mau jawab.

"Coba Anda jawab!" Pastur balik bertanya. Dia mulai curiga. Aku jawab, itu semua yang buat tukang kayu.
"Lalu kenapa?" tanya Pastur lagi. "Menurut saya, semua barang itu walaupun dibuat setahun lalu, sampai seratus tahun kemudian tetap kayu, tetap meja, tetap kursi. Tidak ada satu pun yang membuat mereka berubah jadi tukang kayu," saya mencoba menjelaskan.

"Apa maksud Anda?" Tanya Pastur penasaran. Aku kemudian memaparkan, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan seluas isinya termasuk manusia. Dan manusia yang diciptakan seratus tahun lalu sampai seratus tahun kemudian, sampai kiamat tetap saja manusia, manusia tidak mampu mengubah dirinya menjadi Tuhan, dan Tuhan tidak boleh dipersamakan dengan manusia.

Malamnya, kembali kukaji surat al-Ikhlas. Hari berikutnya, aku bertanya kepada Pastur, "Siapa yang melantik RW?" Saya ditertawakan. Mereka pikir, ini 'kok ada suster yang tidak tahu siapa yang melantik RW?
"Sebetulnya saya tahu," ucapku. "Kalau Anda tahu, mengapa Anda Tanya? Coba jelaskan!" tantang mereka.  "Menurut saya, yang melantik RW itu pasti eselon di atasnya, lurah atau kepala desa. Kalau sampai ada RW dilantik RT jelas pelantikan itu tidak syah."  "Apa maksud Anda?" Mereka semakin tak mengerti.

Saya mencoba menguraikan, "Menurut pendapat saya, Tuhan itu menciptakan alam semesta dan seluruh isinya termasuk manusia. Manusia itu hakekatnya sebagai hamba Tuhan. Maka kalau ada manusia melantik sesama manusia untuk menjadi Tuhan, jelas pelantikan itu tidak syah."

Malam berikutnya, saya kembali mengkaji surat al-Ikhlas. Kembali terjadi dialog-dialog, sampai akhirnya saya bertanya mengenai sejarah gereja.
Menurut semua literratur yang saya pelajari, dan kuliah yang saya terima, Yesus untuk pertama kali disebut dengan sebutan Tuhan, dia dilantik menjadi Tuhan pada tahun 325 Masehi. Jadi, sebelum itu ia belum menjadi Tuhan, dan yang melantiknya sebagai Tuhan adalah Kaisar Constantien kaisar romawi.

Pelantikannya terjadi dalam sebuah conseni (konferensi atau muktamar) di kota Nizea. Untuk pertama kali Yesus berpredikat sebagai Tuhan. Maka silahkan umat kristen di seluruh dunia ini, silahkan mencari cukup satu ayat saja dalam injil, baik Matius, Markus, Lukas, Yohanes, mana ada satu kalimat Yesus yang mengatakan 'Aku Tuhanmu'? Tidak pernah ada.

Mereka kaget sekali dan mengaggap saya sebagai biarawati yang kritis. Dan sampai pada pertemuan berikutnya, dalam al-Quran yang saya pelajari, ternyata saya tidak mampu menemukan kelemahan al-Qur'an. Bahkan, saya yakin tidak ada manusia yang mampu.

Kebiasaan mengkaji al-Qur'an tetap saya teruskan, sampai saya berkesimpulan bahwa agama yang hak itu cuma satu, Islam. Subhanaallah.
Saya mengambil keputusan besar, keluar dari biara. Itu melalui proses berbagai pertimbangan dan perenungan yang dalam, termasuk melalui surat dan ayat. Bahkan, saya sendiri mengenal sosok Maryam yang sesungguhnya dari al-Qur'an surat Maryam. Padahal, dalam doktrin Katholik, Maryam menjadi tempat yang sangat istimewa. Nyaris tidak ada doa tanpa melalui perantaranya. Anehnya, tidak ada Injil Maryam.
Jadi saya keluar dengan keyakinan bahwa Islam agama Allah. Tapi masih panjang, tidak hari itu saya bersyahadat. Enam tahun kemudian aku baru mengucapkan dua kalimah syahadat.

Selama enam tahun, saya bergelut untuk mencari. Saya diterpa dengan berbagai macam persoalan, baik yang sedih, senang, suka dan duka. Sedih, karena saya harus meninggalkan keluarga saya. Reaksi dari orang tua tentu bingung bercampur sedih.

Sekeluarnya dari biara, aku melanjutkan kuliah ke Universitas Atmajaya. Kemudian aku menikah dengan orang Katholik. Harapanku dengan menikah adalah, aku tidak lagi terusik oleh pencarian agama. Aku berpikir, kalau sudah menikah, ya selesai!

Ternyata diskusi itu tetap berjalan, apalagi suamiku adalah aktifis mahasiswa. Begitu pun dengan diriku, kami kerap kali berdiskusi. Setiap kali kami diskusi, selalu berakhir dengan pertengkaran, karena kalau aku mulai bicara tentang Islam, dia menyudutkan. Padahal, aku tidak suka sesuatu dihujat tanpa alasan. Ketika dia menyudutkan, aku akan membelanya, maka jurang pemisah itu semakin membesar, sampai pada klimaksnya.

Aku berkesimpulan kehidupan rumah tangga seperti ini, tidak bisa berlanjut, dan tidak mungkin bertahan lama. Aku mulai belajar melalui ustadz. Aku mulai mencari ustadz, karena sebelumnya aku hanya belajar Islam dari buku semua. Alhamdulillah Allah mempertemuka saya dengan ustadz yang bagus, diantaranya adalah Kyai Haji Misbah (alm.). Beliau ketua MUI Jawa Timur periode yang lalu.

Aku beberapa kali berkonsultasi dan mengemukakan niat untuk masuk Islam. Tiga kali ia menjawab dengan jawaban yang sama, "Masuk Islam itu gampang, tapi apakah Anda sudah siap dengan konsekwensinya?"

"Siap!" jawabku. "Apakah Anda tahu konsekwensinya?" tanya beliau. "Pernikahan saya!" tegasku. Aku menyadari keinginanku masuk Islam semakin kuat. "Kenapa dengan dengan perkawinan Anda, mana yang Anda pilih?" Tanya beliau lagi.  "Islam" jawabku tegas.

Akhirnya rahmat Allah datang kepadaku. Aku kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat di depan beliau. Waktu itu tahun 1983, usiaku 26 tahun. Setelah resmi memeluk Islam, aku mengurus perceraianku, karena suamiku tetap pada agamanya. Pernikahanku telah berlangsung selama lima tahun, dan telah dikaruniai tiga orang anak, satu perempuan dan dua laki-laki. Alhamdulillah, saat mereka telah menjadi muslim dan muslimah.

Setelah aku mengucapkan syahadat, aku tahu persis posisiku sebagai seorang muslimah harus bagaimana. Satu hari sebelum ramadhan tahun dimana aku berikrar, aku langsung melaksanakan shalat.

Pada saat itulah, salah seorang kakak mencari saya. Rumah cukup besar. Banyak kamar terdapat didalamnya. Kakakku berteriak mencariku. Ia kemudian membuka kamarku. Ia terkejut, 'kok ada perempuan shalat? Ia piker ada orang lain yang sedang shalat. Akhirnya ia menutup pintu.


Hari berikutnya, kakakku yang lain kembali mencariku. Ia menyaksikan bahwa yang sedang shalat itu aku. Selesai shalat, aku tidak mau lagi menyembunyikan agama baruku yang selama ini kututupi. Kakakku terkejut luar biasa. Ia tidak menyangka adiknya sendiri yang sedang shalat. Ia tidak bisa bicara, hanya wajahnya seketika merah dan pucat. Sejak saat itulah terjadi keretakan diantara kami.

Agama baruku yang kupilih tak dapat diterima. Akhirnya aku meninggalkan rumah. Aku mengontrak sebuah rumah sederhana di Kota Surabaya. Sebagai anak perempuan satu-satunya, tentu ibuku tak mau kehilangan. Beliau tetap datang menjenguk sesekali. Enam tahun kemudian ibu meninggal dunia. Setelah ibu saya meninggal, tidak ada kontak lagi dengan ayah atau anggota keluarga yang lain sampai sekarang.

Aku bukannya tak mau berdakwah kepada keluargaku, khususnya ibuku. Walaupun ibu tidak senang, ketegangan-ketegangan akhirnya terjadi terus. Islam, baginya identik dengan hal-hal negatif yang saya contohkan di atas. Pendapat ibu sudah terpola, apalagi usia ibu sudah lanjut.
 
Tahun 1992 aku menunaikan rukun Islam yang kelima. Alhamdulillah aku diberikan rejeki sehingga bisa menunaikan ibadah haji. Selama masuk Islam sampai pergi haji, aku selalu menggerutu kepada Allah, "kalau Engkau, ya Allah, menakdirkanku menjadi seorang yang mukminah, mengapa Engkau tidak menakdirkan saya menjadi anak orang Islam, punya bapak Islam, dan ibu orang Islam, sama seperti saudara-saudaraku muslim yang kebanyakan itu. Dengan begitu, saya tidak perlu banyak penderitan. Mengapa jalan hidup saya harus berliku-liku seperti ini?" ungkapku sedikit kesal.

Di Masjidil-Haram, aku bersungkur mohon ampun, dilanjutkan dengan sujud syukur. Alhamdulillah aku mendapat petunjuk dengan perjalan hidupku seperti ini. Aku merasakan nikmat iman dan nikmat Islam. Padahal, orang Islam yang sudah Islam tujuh turunan belum tentu mengerti nikmat iman dan Islam.

Islam adalah agama hidayah, agama hak. Islam agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Manusia itu oleh Allah diberi akal, budi, diberi emosi, rasio. Agama Islam adalh agama untuk orang yang berakal, semakin dalam daya analisis kita, insya Allah, Allah akan memberi. Firman Allah, "Apakah sama orang yang tahu dan tidak tahu?"

Sepulang haji, hatiku semakin terbuka dengan Islam, atas kehendak-Nya pula aku kemudian diberi kemudahan dalam belajar agama tauhid ini. Alhamdulillah tidak banyak kesulitan bagiku untuk belajar membaca kitab-kitab.

Allah memberi kekuatan kepadaku untuk bicara dan berdakwah. Aku begitu lancar dan banyak diundang untuk berceramah. Tak hanya di Surabaya, aku kerap kali iundang berdakwah di Jakarta. Begitu banyak yang Allah karuniakan kepadaku, termasuk jodoh, melalui pertemuan yang Islami, aku dilamar seorang ulama. Beliau adalah Masruchin Yusufi, duda lima anak yang isterinya telah meninggal dunia. Kini kami berdua sama-sama aktif berdakwah sampai ke pelosok desa. Terjun di bidang dakwah tantangannya luar biasa. Alhamdulillah, dalam diri ini terus menekankan bahwa hidupku, matiku hanya karena Allah.

This entry was posted in

Jumat, 16 Desember 2016

Detik-detik Kelahiran Nabi Muhammad SAW


Tlah disebutkan bhw sesungguhnya pd bln ke 9 kehamilan Sayyidah Aminah (Robi'ul-Awwal) saat hr2 kelahiran Nabi Muhammad SAW sudah smakin dkat, Allah SWT smakin melimpahkan bermacam anugerah-Nya kpd Sayyidah Aminah mulai tgl 1 hingga mlm tgl 12 Robiul-Awwal mlm kelahiran Al-Musthofa Muhammad SAW.

Pd mlm Pertama (ke 1) :

Allah SWT mlimpahkan sgala kedamaian & ketentraman yg luar biasa shg Sayyidah Aminah mrasakan ketenangan & kesejukan jiwa yg blum pernah dirasakan sblumnya.

Pd mlm ke 2 :

Dtang seruan brita gembira kpd ibunda Nabi Muhammad SAW yg mnyatakan dirinya akan mendpti anugerah yg luar biasa dari Allah SWT.

Pd mlm ke 3 :

Dtang seruan memanggil :
“Wahai Aminah … sudah dkat sa'at engkau melahirkan Nabi yg agung & mulia, Muhammad Rosulullah SAW yg senantiasa memuji & bersyukur kpd Allah SWT.”

Pd mlm ke 4 :

Sayyidah Aminah mndengar seruan beraneka ragam tasbih para malaikat scara nyata & jelas.

Pd mlm ke 5 :

Sayyidah Aminah mimpi bertemu dng Nabi Allah Ibrahim As.

Pd mlm ke 6 :

Sayyidah Aminah melihat cahaya Nabi Muhammad SAW memenuhi alam semesta.

Pd mlm ke 7 :

Sayyidah Aminah melihat para malaikat silih berganti saling berdatangan mengunjungi kediamannya membawa kabar gembira shg kebahagiaan & kedamaian semakin memuncak.

Pd mlm ke 8 :

Sayyidah Aminah mndengar seruan memanggil dimana-mana, suara tsb terdengar dng jelas mengumandangkan :
“Berbahagialah wahai seluruh penghuni alam semesta, tlah dkat kelahiran Nabi agung, Kekasih Allah SWT Pencipta Alam Semesta.”

Pd mlm ke 9 :

Allah SWT semakin mencurahkan rahmat kasih sayang kpd Sayyidah Aminah shg tdk ada sedikitpun rasa sakit, sedih, susah, dlm jiwa Sayyidah Aminah.

Pd mlm ke 10 :

Sayyidah Aminah melihat tanah Tho’if dan Mina ikut bergembira menyambut akan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Pd mlm ke 11 :

Sayyidah Aminah melihat seluruh penghuni langit & bumi ikut bersuka cita menyongsong kelahiran Sayyidina Muhammad SAW.

Mlm detik-detik kelahiran Nabi Muhammad SAW, tepat tanggal 12 Robi’ul-Awwal di sepertiga mlm. Di mlm ke 12 ini langit dlm keadaan cerah tanpa ada mendung sedikitpun. Sa'at itu Sayyid Abdul Mutholib (kakek Nabi Muhammad SAW) sdang bermunajat kepada Allsh SWTdi skitar Ka’bah, sdangkan Sayyidah Aminah sendiri di rumah tanpa ada seorang pun yg menemaninya.

Tiba-tiba Sayyidah Aminah melihat tiang rumahnya terbelah & perlahan-lahan muncul 4 wanita yg masing² sngat jelita, anggun & cantik, diliputi dengan cahaya kemilau yg memancar srta semerbak harum memenuhi seluruh ruangan.

Wanita pertama datang berkata :
”Sungguh berbahagialah engkau wahai Aminah, sbentar lagi engkau akan melahirkan Nabi yg agung, junjungan semesta alam. Beliaulah Nabi Muhammad SAW. Kenalilah aku, bhw aku adalah istri Nabi Allah Adam as, ibunda sluruh ummat manusia, aku diperintahkan Allah SWT untuk mnemanimu.”

Kemudian datanglah wanita kedua yg mnyampaikan kabar gembira :
“Aku adalah istri Nabi Allah Ibrahim As  yg diperintahkan Allah SWT u/ mnemanimu”

Bgt pula menghampiri wanita yg ketiga :
”Aku adalah Asiyah binti Muzahim yg diprintahkan Allah SWT u/ mnemanimu”

Datanglah wanita ke empat :
”Aku adalah Maryam, ibunda Nabi Allah Isa As dtang u/ mnyambut kehadiran putramu Muhammad Rosulullah.”

Shg smakin memuncak rasa kedamaian & kebahagiaan ibunda Nabi Muhammad SAW yg tdk bs terlukiskan dng kata-kata.

Keajaiban berikutnya Sayyidah Aminah melihat seklompok demi seklompok manusia bercahaya berdatangan silih berganti memasuki ruangannya & mreka memanjatkan puji-pujian kepada Allah SWT dng berbagai macam bahasa yg berbeda.

Detik berikutnya Sayyidah Aminah melihat atap rumahnya terbuka & terlihat oleh beliau bermacam-macam bintang di angkasa beterbangan yg sngat indah berkilau cahayanya.

Detik berikutnya Allsh SWT memrintahkan kpd Malaikat Ridhwan agar mengomandokan sluruh Bidadari sorga agar berdandan cantik & rapi, memakai kain sutra & segala macam bentuk perhiasan dng bermahkota emas, intan permata yg bergemerlapan serta menebarkan wangi-wangian sorga yg harum semerbak ke sgala penjuru, lalu beribu ribu bidadari² itu dibw ke alam dunia oleh Malaikat Ridhwan, terlihat wajah bidadari² itu gembira.

Lalu Allah SWT memanggil :
*“Yaa Jibril … serukanlah kpd seluruh Arwah para Nabi, para Rosul, para wali agar berkumpul, berbaris rapi, bhw sesungguhnya Kekasih-Ku cahaya di atas cahaya, agar disambut dng baik & suruhlah mreka mnyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW.*

*Yaa Jibril … printahkanlah kpd Malaikat Malik agar menutup pintu-pintu neraka dan printahakan kpd Malaikat Ridhwan u/ membuka pintu-pintu sorga & bersoleklah engkau dng sebaik-baiknya keindahan demi mnyambut kekasih-Ku Nabi Muhammad SAW*

*Yaa Jibril… bawalah beribu ribu malaikat yg ada di langit, turunlah ke bumi, ketahuilah Kekasih-Ku Muhammad SAW tlah siap u/ dilahirkan & skrg tiba sa'atnya Nabi Akhiruzzaman.”*

Dan turunlah semua malaikat, mk penuhlah isi bumi ini dng beribu ribu Malaikat. Sayyidah Aminah melihat malaikat itupun berdatangan membw kayu-kayu gahru yg wangi & memenuhi seluruh jagat raya. Pd sa'at itu pula mreka semua berdzikir, bertasbih, bertahmid, & pd sa'at itu pula datanglah burung putih yg berkilau cahayanya mendekati Sayyidah Aminah & mengusapkan sayapnya pd Sayyidah Aminah, mk pd sa'at itu pula lahirlah Nabi Muhammad Rosulullah SAW & tdklah Sayyidah Aminah melihat kecuali cahaya, tak lama kemudian terlihatlah jari-jari Nabi Muhammad SAW bersujud kpd Allah SWT seraya mengucapkan :
“Allahu Akbar ... Allahu Akbar ... Wal-Hamdulillahi katsiro, wasubhanallahi bukratan wa ashila...”

Kegembiraan memancar dr setiap sudut alam raya, gemuruh Sholawat memenuhi semesta dng bahasa yg berbeda beda & dng cara yg bermacam macam pula.

“Yaa Nabi Salam Alaika … Yaa Rasul Salam Alaika … Yaa Habib Salam Alaika … Sholawatullah Alaika ... ”

(Diriwayatkan dari Imam Syihabuddin Ahmad bin Hajar Al-Haitami Asy-syafi’i. Dalam kitabnya “Anni’matul-Kubro ’alal-alam).

Sabtu, 10 Desember 2016

KIAT MENJADIKAN ANAK HAFIDZ QUR'AN DI USIA DINI

Kiat-kiat ini disampaikan oleh Syekh Dr. Kamil Al Labudi, pada tanggal 29 Ramadhan 1437 H.

beliau menyampaikan berdasarkan pengalaman beliau dalam mendidik ketiga putra/putri beliau hafal Al Quran 30 juz dalam usia 4,5 tahun. Semua putra/putri beliau hafal Al Quran 30 juz sebelum usia mereka 5 tahun.

Ketiga putra/putri beliau
➡1. *Tabarok* hafal 30 juz ketika usianya 4,5 tahun,

➡2. *Yazid* hafal 30 juz ketika usianya 4,5 tahun,

➡3. *Zainah* hafal 30 juz ketika usianya 5 tahun.

☀ *Inilah kiat-kiatnya:*

✅1. Ketika anak kita lahir, dari usia 1 hari perdengarkan Al Quran setiap harinya 1 juz dan ulangi sebanyak 5 kali.

_Ulangi terus selama satu bulan. Jadi dalam waktu 1 bulan 1 juz di ulang sebanyak 150 kali. Maka waktu yang diperlukan untuk menamatkan memperdengarkan Al Quran sebanyak 30 juz hanya 30 bulan, yaitu 2,5 tahun. Ketika anak kita usianya 2,5 tahun dia sudah mendengarkan Al Quran 30 juz sebanyak 150 kali._

✅2. Pilihlah bacaan dari para Masyayikh, para Qori yang terkenal bacaannya fasih, seperti Qori Syekh Mahmud Kholil Al Hushori, Syekh Shiddiq Al Minsyawi, dll. Atau para Qori dari Saudi Arabia, seperti Syekh Ali Al Hudzaifi, Syekh Muhammad Ayyub, dll.

✅3. Ketika anak kita sudah tamat mendengarkan bacaan Al Quran 30 juz, maka ajarkan hafalan kepadanya. Sehari setengah halaman atau satu halaman, ulangi setiap harinya sampai 5 kali.

✅4. Buat cara yang menarik untuk anak kita agar mau menghafal, berikan hadiah ketika bisa mencapai target.

✅5. Berdo'a kepada Allah Ta'ala agar dimudahkan dalam membimbing anak kita dalam proses menghafal Al Quran 30 juz.

Dengan metode seperti ini, hanya perlu waktu 1,5 tahun anak kita hafal Al Quran 30 juz.

_Mudahan-mudahan Allah Ta'ala berikan karuniaNya kepada kita semua agar keluarga kita menjadi Ahlul Quran dan semoga putra-putri kita hafal Al Quran 30 juz dan berakhlaq dengan akhlaq Al Quran. Aamiin_.

Jumat, 09 Desember 2016

Potong Rambut dan Kuku Ketika Haid, Haramkah?



Suatu ketika ada seorang ukhti dalam pengajian para akhwat bertanya tentang hukum larangan ketika berjanabah. Dia bercerita bahwa waktu di masih di pesantren salaf dulu, dirinya dan santriwati lainnya dilarang motong rambut dan kuku saat haid. Dan apabila rambut mereka ada yang rontok, dianjurkan untuk menyimpannya sampai masa haid selesai.
Setelah haid berakhir dan mau mandi besar (janabah), maka rambut yang pernah rontok dan kuku yang terpotong semasa haid harus disertakan waktu mandi. Maksudnya agar ikut dibersihkan juga dengan air.
Pertanyaannya, apa sebenarnya hukum memotong rambut dan kuku saat haid? Apa itu wajib, Sunnah atau bagaimana?
Pertanyaan serupa rupanya juga banyak ditanyakan. Terus terang Penulis belum menemukan dalil yang sharih (jelas) mengenai larangan memotong rambut dan kuku semasa haid. Demikian pula tentang wajibnya mencuci rambut dan kuku yang tidak sengaja rontok saat haid, kami belum menemukan dalil eksplisitnya.
Yang jelas-jelas diwajibkan adalah sebatas mandi janabah, dengan meratakan air ke seluruh anggota badan setelah masa haid selesai. Adapun rambut dan kuku yang sudah rontok sebelumnya, maka tidak wajib dicuci, karena sudah bukan bagian dari badan kita saat melakukan mandi besar.
Bahkan di sisi lain, ternyata Rasulullah SAW membolehkan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahuanha untuk mengurai dan menyisir rambutnya saat Aisyah sedang mengalami masa haid. Padahal dengan menyisir rambut, sangat besar kemungkinan tercabutnya rambut. Coba perhatikan sisir para wanita, biasanya ada saja helai-helai rambut yang menempel.
Izin dari Nabi SAW ini secara tidak langsung menunjukkan bolehnya wanita haidh memotong rambut dan kuku.
Berikut sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam kepada `Aisyah radhiyallahu `anhaa ketika haji wada`:
انقضي رأسك وامتشطي وأهلي بالحج ودعي العمرة
“Uraikanlah rambutmu dan sisirlah, kemudian berniatlah untuk haji dan tinggalkan umrah” (Muttafaqun ‘alaihi)

Dari hadits di atas, maka dapat kita pahami bahwa memotong rambut atau kuku saat haidh tidaklah dilarang. Demikian pula apabila rambut dan kuku kita gugur tidak sengaja saat haidh, maka tidak pula diwajibkan untuk ikut dicuci saat kita melakukan mandi janabah.
Seorang mufti bernama Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah berkata:
فالحائض يجوز لها قص أظافرها ومشط رأسها ، ويجوز أن تغتسل من الجنابةفهذا القول الذي اشتهر عند بعض النساء من أنها لا تغتسل ولا تمتشط ولا تكد رأسها ولا تقلم أظفارها ليس له أصل من الشريعة فيما أعلم
Artinya:
“Wanita yang haidh boleh memotong kukunya dan menyisir rambutnya, dan boleh mandi junub, … pendapat yang dianut oleh sebagian wanita bahwasanya wanita yang haidh tidak boleh mandi, menyisir rambutnya, dan memotong rambutnya maka ini tidak ada asalnya (dalilnya) di dalam syari’at, sebatas pengetahuan saya”.

Wallahu a`lam bishshowab.


Sumber : http://www.rumahfiqih.com/y.php?id=108&haramkah-potong-rambut-dan-kuku-waktu-haidh.htm