Senin, 31 Oktober 2016

KISAH INSPIRATIF

Seorang pemuda melamar lowongan posisi manajer di sebuah perusahaan besar.

Dia lulus wawancara awal.
Sekarang akan bertemu dengan seorang direktur untuk wawancara akhir.

Dari CV-nya sang direktur mengetahui bahwa prestasi akademis pemuda itu sangat baik.

Dia bertanya, "Apakah Anda mendapat beasiswa di sekolah ...?"
Pemuda itu menjawab, "NO".

"Siapa yang membayar biaya sekolah ...?"
"Orangtua," jawabnya.

"Di mana mereka bekerja ......?"

"Mereka bekerja sebagai tukang cuci pakaian."

Direktur meminta pemuda itu untuk menunjukkan tangannya.
Pemuda itu menunjukkan kedua tangannya yang halus dan sempurna.

"Pernahkah Anda membantu orangtua Anda mencuci pakaian?"

"Tidak pernah.
Orangtua saya selalu ingin saya belajar dan membaca buku lebih banyak.
Selain itu, orangtua saya bisa mencuci pakaian lebih cepat dari saya."

Direktur mengatakan,
"Saya punya permintaan.
Ketika Anda pulang hari ini,
pergi dan bersihkan tangan orangtua Anda.
Temui saya besok pagi."

Pemuda itu merasa sedih.
Ketika ia kembali ke rumah,
ia meminta orangtuanya membiarkan dia membersihkan tangan mereka.
Orangtuanya merasa aneh.
Senang..., terharu... tapi dengan perasaan campur aduk,
Mereka menunjukkan tangan mereka kepada sang anak.

Pemuda itu membersihkan tangan mereka perlahan-lahan.
Airmatanya meleleh perlahan saat ia melakukan itu.
Ini adalah pertama kalinya ia melihat ......
Tangan orangtuanya begitu kusut, dan....
begitu banyak lecet di tangan mereka.

Beberapa luka lecet itu membuat mereka
mengeluh sakit saat ia menyentuhnya,

Ini adalah pertama kalinya pemuda itu menyadari
bahwa sepasang tangan yang mencuci pakaian setiap hari inilah
yang  memungkinkan dia untuk membayar biaya
sekolah.

Lecet2 di tangan adalah harga yang harus dibayar orang tuanya
untuk pendidikan, kegiatan sekolah dan masa depannya.

Setelah membersihkan tangan orangtuanya,
pemuda ìtu diam-diam mencuci semua pakaian yang masih tersisa.
Malam itu, orangtua dan anak berbincang untuk waktu yang sangat lama.

Keesokan paginya, pemuda itu pergi ke kantor direktur.
Direktur melihat airmata di mata pemuda itu, ketika ia bertanya:
" Apa yang telah Anda lakukan di rumah Anda kemarin ....?"

Pemuda itu menjawab,
"Saya membersihkan tangan orangtua saya,
juga mencuci semua pakaian yang tersisa sampai selesai."

" Pelajaran apa yg Anda peroleh..? "

"Saya sekarang tahu apa artinya cinta dan pengorbanan orang tua saya.
Tanpa orangtua saya, saya tidak akan menjadi diri saya hari ini "...

Dengan membantu orangtua saya,
saya baru menyadari betapa sulit mencapai tujuan kalau dilakukan sendiri.
Saya menghargai pentingnya saling membantu dalam keluarga."

Direktur mengatakan,
"Inilah yang saya cari pada diri seorang manajer.
Saya ingin merekrut orang yang dapat menghargai bantuan orang lain.
Orang yang tahu penderitaan orang lain untuk menyelesaikan sesuatu, Orang yang tidak menempatkan uang sebagai satu-satunya tujuan hidup."

"Anda diterima kerja."

Wahai para orang tua.....
Seorang anak, yang terlalu dilindungi, dimanjakan apa pun yang ia mau, akan mengembangkan "mentalitas hak" dan
akan selalu mengutamakan dirinya sendiri.

Dia akan mengabaikan upaya orangtuanya.

Jika kita menjadi orangtua yang terlalu melindungi,
bukan berati mencintai anak-anak dengan cara yg benar. Bukankah malah menghancurkan mereka...?

Boleh membiarkan anak tinggal di sebuah rumah besar, makan makanan yang baik, belajar piano, menonton TV layar lebar.

Tapi ketika Anda membersihkan rumah,
ajak mereka juga melakukannya.

Setelah makan, biarkan anak2 mencuci piring dan mangkuk sendiri.

Bukan karena tidak punya uang untuk menyewa pembantu,  tetapi karena ingin mencintai anak2 dengan cara yang benar.
Agar mereka mengerti, kendati orangtua mampu.
Suatu hari kita akan menjadi tua b dan tak berdaya. Betapa bahagia mempunyai anak yang mengerti.

Didik dan bimbinglah anak Anda  agar belajar bagaimana menghargai jerih payah orang tua,
juga orang orang lain dalam mencapai tujuan.

Semoga bermanfaat !

Selasa, 25 Oktober 2016

FITRAH ITU TAK HILANG...

Kisah Mengharukan Ahmad Izzah Al-Andalusy
🎑

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚفِطْرَتَ الَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚلَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ الَّهِ ۚذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrahAllah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan padafitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
(QS. Ar Rum [22]:30)

🌅🌅🌅🌅🌅🌅

Kisah Mengharukan...
AHMAD IZZAH Al-ANDALUSY

Suatu saat pada tahun 1525. Matahari mulai tenggelam di daerah Andalusia. Seorang pemuda melewati beberapa sel yang ada dalam sebuah kompleks tahanan tak jauh dari Grenada, ibukota Keemiran Grenada yang runtuh pada 1492 setelah reconquista Spanyol. Nama pemuda itu adalah Adolf Roberto. Badannya yang tegap, gagah dan tinggi besar membuat seluruh tahanan muslim takut dan membungkuk ketika ia melewati sel-sel mereka.

Adolf terus saja berjalan mengawasi para tahanan. Hingga beberapa langkah kemudian ia mendengar suara yang nampaknya cukup mengganggu telinganya. Ia meminta anak buahnya untuk mencari asal suara tersebut.

Setelah ditelusuri ternyata suara itu berasal dari sebuah bilik tahanan yang ukurannya sekadar cukup untuk satu orang. Di dalamnya ada orang tua renta yang badannya hanya tinggal tulang dan kulit. Beberapa lantunan suara lembut keluar dari mulutnya. Tetapi bagi Adolf suara itu membuat telinganya gatal.

Adolf kemudian membentak orang tua itu, "Hai orang tua busuk! Hentikan kata-kata burukmu yang berisik itu atau kau akan kuseret."

Orang tua itu tak menggubris apa yang dikatakan Adolf. Ia tetap saja melantunkan suara-suara indahnya. Bahkan semakin lama-semakin khusyuk.

Lalu Adolf memerintahkan seorang anak buahnya membuka sel orang tua itu. Diseretnya tubuh lemah orang itu dari dalam ruang tahanannya.

Beberapa orang tahanan yang lain serentak berteriak, "Tenanglah wahai ustadz. Surga Allah telah menantimu. Allahu Akbar!"

"Diam kalian semua!" Adolf mencoba menghentikan kegaduhan para tahanan.

Ia berkata pada orang tua itu, "Ingatlah! Andalusia sekarang telah di bawah kekuasaan Kristen. Dan kau, aku tak segan-segan membunuhmu sekarang."

"Bunuh saja aku. Aku sama sekali tak takut mati. Aku sudah lama merindukan Tuhanku, Allah." kata orang tua itu dengan tenangnya.

Tanpa rasa belas kasihan pun ia menyentuhkan ujung rokoknya ke tubuh orang tua tersebut yang ternyata adalah seorang ustadz. Namun sang ustadz seperti tak merasakan sakit sama sekali. Merasa tak puas dengan siksaan yang ia lakukan, Adolf pun menghantamkan sepatu bootnya yang berbobot dua kilogram ke wajah pucat sang ustadz hingga ia tersungkur lemas. Darah pun berlumuran di seluruh wajah ustadz tersebut.

Tiba-tiba sebuah buku kecil keluar dari kantong sang ustadz. Spontan Adolf mencoba mengambil buku tersebut.

"Kau orang najis! Haram kau memegang kitab suci ini." teriak ustadz tersebut sambil mendekap buku itu di kedua tangannya erat-erat.

Adolf marah dan diinjaknya jari-jari lemah sang ustadz. Suara tulang-tulang yang patah dari jari-jari ustadz terdengar menggetarkan hati, namun tidak bagi Adolf. Tanpa ada daya, sang ustadz merelakan bukunya diambil oleh si sipir yang bengis itu.

Adolf terkejut ketika ia melihat tulisan-tulisan asing yang ada pada buku tersebut. Namun ia merasa pernah mengenali tulisan-tulisan itu. Sejenak ia berkata dalam hatinya, "Sepertinya aku pernah mengenali tulisan-tulisan ini. Tapi kapan ya?"

Rasa ingin tahu yang dalam mulai merasuki hatinya. Sebuah tanda tanya besar terbersit di pikirannya. Ia kembali mengingat-ingat kapan terakhir ia membaca tulisan-tulisan aneh itu. Tiba-tiba saja mulutnya berucap, "Alif, ba', ta', tsa'."

"Ya, ya, aku ingat. Saat aku kecil aku pernah membacanya."

Di dalam pikirannya Adolf melihat pemandangan paling mengerikan dalam hidupnya dimana umat Islam Andalusia dibantai habis-habisan oleh orang-orang Spanyol di sebuah lapangan. Di sisi kiri lapangan itu tampak para wanita digantung pada tiang-tiang. Sedangkan di tengah-tengah lapangan tepat terdapat tumpukan kayu tempat para pemuda disalib dan dibakar hidup-hidup. Sungguh pemandangan yang mengerikan terbersit di kepalanya.

Seorang anak kecil berlari mendekati tubuh ibunya yang sudah tak bernyawa digantung pada tiang kayu dengan tali. Kepolosannya mengalahkan ketakutan dari siksaan yang dilakukan oleh orang-orang Spanyol terhadap keluarganya.

"Ibu, ibu, ayo kita pulang! Ibu kemarin kan berjanji akan mengajariku alif ba' ta' tsa'." Kata anak itu dengan polosnya. Ia tak tahu bahwa ibunya telah meninggal.

Ia tak mencari dan memanggil ayahnya. Ia tahu kemarin sore ayahnya diseret oleh dua orang berseragam saat sedang beribadah.

Lalu anak itu menangis tersedu-sedu setelah tahu ibunya telah tiada. Seorang tentara bertubuh tinggi mendekatinya dan bertanya, "Siapa namamu, Nak? Kenapa kau disini?".

"Aku Ahmad Izzah. Aku menunggu ibuku."

"Nama yang buruk. Sekarang namamu kuganti menjadi lebih baik, Adolf Roberto. Kau ikuti aku ke gereja biar kau dirawat oleh para pendeta di sana."

Ahmad Izzah yang kemudian menjadi Adolf Roberto mengikuti tentara itu ke gereja. Sejak saat itu ia dirawat di lingkungan Kristen.

Saat tersadar Adolf teringat pada ayahnya. Ia ingat ayahnya punya tanda hitam di pusarnya. Segera saja ia merobek baju sang ustadz. Dicarinya tanda hitam di pusar ustadz itu. Ternyata sang ustadz memiliki tanda hitam di pusarnya, persis seperti ayahnya dulu.

Seketika Adolf memeluk tubuh sang ustadz dan meneteskan air matanya. Ia meminta maaf pada sang ustadz yang ternyata adalah ayah kandungnya sendiri. Sikapnya yang arogan dan kejam tiba-tiba meluluh saat ia bertemu ayahnya. Ia juga teringat bahwa buku yang direbutnya dari sang ustadz adalah Al-Qur'an yang dulu selalu dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.

Mendengar suara tangisan si sipir, ustadz tersebut terkejut dan segera menyadari bahwa yang ada di depannya tersebut adalah anak kandungnya, Ahmad Izzah. Ia pun menangis pula, terharu bahwa ia bisa bertemu putranya setelah berpisah berpuluh-puluh tahun lamanya.

"Ayah, aku ingat, alif, ba', ta', tsa." Adolf mengeja huruf-huruf Arab yang diketahuinya seperti saat ia kecil.

"Tunjukkanlah padaku jalan yang kau tempuh itu ayah. Aku ingin kembali kepada kebenaran." kata Adolf lirih.

Dengan susah payah dan napas yang terengah-engah ayahnya yang sedang mendekati ajal berpesan kepada Adolf, "Putraku, pergilah kamu ke Mesir. Di sana banyak sekali ustadz-ustadz dan syaikh-syaikh yang mampu mengajarimu tentang Islam. Di sana banyak pula kerabat-kerabat kita. Katakan saja pada mereka kau kenal dengan Syaikh Ismail Al-Andalusy. Semoga Allah menunjukkan jalan yang lurus kepadamu."

Tiba-tiba sang ustadz sadar bahwa ajalnya sudah semakin dekat. Ia pun mengucapkan syahadat "Asyhadu an-la ilaha illa-llah, wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuluh."

Sang ustadz pun pulang ke hadirat-Nya tepat saat ia berada pada puncak kerinduan dengan putranya. Setelah itu Adolf mengusap wajah ayahnya dan menangis sedih sekaligus terharu. Tak percaya atas kejadian yang ia alami saat itu.

Setelah peristiwa mengharukan itu, Adolf Roberto, seorang sipir penjara yang dikenal bengis dan kejam mengganti namanya menjadi Ahmad Izzah sesuai dengan nama kecil yang diberikan ayahnya. Ia pun bertaubat dan berjanji untuk memperjuangkan Islam sebagaimana ayahnya dulu ketika berjuang melawan kebiadaban tentara Kristen Spanyol.

Ahmad Izzah pun pergi ke Mesir sebagaimana perintah ayahnya. Di sana ia bertemu banyak ustadz dan syaikh yang mengajarinya ilmu agama. Kecerdasan yang dimilikinya membuat Ahmad Izzah cepat menyerap ilmu yang diberikan gurunya. Hanya dalam waktu beberapa tahun ia sudah menghafal Al-Qur'an dan menjadi seorang syaikh terkemuka di Mesir. Sejak saat itu ia dikenal sebagai Syaikh Ahmad Izzah Al-Andalusy. Gelarnya, Al-Andalusy merupakan julukan yang diberikan gurunya karena ia berasal dari negeri Andalusia.
🌹🌼🍁🌺🌻

sumber:
http://kisahislamteladan.blogspot.co.id/2013/02/kisah-mengharukan-ahmad-izzah-al.html?m=1

Senin, 24 Oktober 2016

Kisah Bakti Seorang Pemuda Kepada Ibunda

Salah seorang dokter bercerita tentang kisah sangat menyentuh yang pernah dialaminya. Hingga aku tidak dapat menahan diri saat mendengarnya. Aku pun menangis karena tersentuh kisah tersebut…

*********

Dokter itu memulai ceritanya dengan mengatakan :

Suatu hari, masuklah seorang wanita lanjut usia ke ruang praktek saya di sebuah Rumah Sakit. Wanita itu ditemani seorang pemuda yang usianya sekitar 30 tahun. Saya perhatikan pemuda itu memberikan perhatian yang lebih kepada wanita tersebut dengan memegang tangannya, memperbaiki pakaiannya dan memberikan makan, serta minuman padanya…

Setelah saya menanyainya seputar masalah kesehatan dan memintanya untuk diperiksa, saya bertanya pada pemuda itu tentang kondisi akalnya, karena saya dapati, bahwa perilaku dan jawaban wanita tersebut tidak sesuai dengan pertanyaan yang kuajukan.

Pemuda itu menjawab, “Dia Ibuku dan memiliki keterbelakangan mental sejak aku lahir.”

Keingintahuanku mendorongku untuk bertanya lagi, “Siapa yang merawatnya?”

Ia menjawab, “Aku..”

Aku bertanya lagi, “Lalu, siapa yang memandikan dan mencuci pakaiannya?”

Ia menjawab, “Aku suruh ia masuk ke kamar mandi dan membawakan baju untuknya, serta menantinya, hingga ia selesai. Aku yang melipat dan menyusun bajunya di lemari. Aku masukkan pakaiannya yang kotor ke dalam mesin cuci dan membelikannya pakaian yang dibutuhkannya.”

Aku bertanya, “Mengapa engkau tidak mencarikan untuknya pembantu?”

Ia menjawab, “Karena Ibuku tidak bisa melakukan apa-apa dan seperti anak kecil, aku khawatir pembantu tidak memperhatikannya dengan baik dan tidak dapat memahaminya, sementara aku sangat paham dengan ibuku.”

Aku terperangah dengan jawabannya dan baktinya yang begitu besar..

Aku pun bertanya, “Apakah engkau sudah beristri?”

Ia menjawab, “Alhamdulillah, aku sudah beristri dan punya beberapa anak.”

Aku berkomentar, “Kalau begitu, berarti istrimu juga ikut merawat ibumu?”

Ia menjawab, “Istriku membantu semampunya, dia yang memasak dan menyuguhkannya kepada Ibuku. Aku telah mendatangkan pembantu untuk istriku, agar dapat membantu pekerjaannya. Akan tetapi, aku berusaha selalu untuk makan bersama Ibuku, supaya dapat mengontrol kadar gulanya.”

Aku Tanya, “Memangnya Ibumu juga terkena penyakit Gula?”

Ia menjawab, “Ya, (tapi tetap saja) Alhamdulillah atas segalanya.”

Aku semakin takjub dengan pemuda ini dan aku berusaha menahan air mataku. Aku mencuri pandang pada kuku tangan wanita itu dan aku dapati kukunya pendek dan bersih…

Aku bertanya lagi, “Siapa yang memotong kuku-kukunya?”

Ia menjawab, “Aku. Dokter, ibuku tidak dapat melakukan apa-apa.”

Tiba-tiba Sang Ibu memandang putranya dan bertanya seperti anak kecil, “Kapan engkau akan membelikan untukku kentang?”

Ia menjawab, “Tenanglah Ibu, sekarang kita akan pergi ke kedai.”

Ibunya meloncat-loncat karena kegirangan dan berkata, “Sekarang… Sekarang!”

Pemuda itu menoleh kepadaku dan berkata, “Demi Allah, kebahagiaanku melihat Ibuku gembira lebih besar dari kebahagiaanku melihat anak-anakku gembira…”

Aku sangat tersentuh dengan kata-katanya dan akupun pura-pura melihat ke lembaran data ibunya.

Lalu aku bertanya lagi, “Apakah Anda punya saudara?”

Ia menjawab, “Aku putranya semata wayang, karena ayahku menceraikannya sebulan setelah pernikahan mereka.”

Aku bertanya, “Jadi Anda dirawat ayah?”

Ia menjawab, “Tidak, tapi nenek yang merawatku dan ibuku. Nenek telah meninggal –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya– saat aku berusia 10 tahun.”

Aku bertanya, “Apakah Ibumu merawatmu saat Anda sakit, atau ingatkah Anda, bahwa Ibu pernah memperhatikan Anda? Atau, dia ikut bahagia atas kebahagiaan Anda, atau sedih karena kesedihan Anda?”

Ia menjawab, “Dokter… Sejak aku lahir Ibu tidak mengerti apa-apa… Kasihan dia… Dan aku sudah merawatnya sejak usiaku 10 tahun.”

Aku pun menuliskan resep, serta menjelaskannya…

Ia memegang tangan ibunya dan berkata, “Mari kita ke kedai..”

Ibunya menjawab, “Tidak, aku sekarang mau ke Makkah saja!”

Aku heran mendengar ucapan ibu tersebut…

Maka aku bertanya padanya, “Mengapa Ibu ingin pergi ke Makkah?”

Ibu itu menjawab dengan girang , “Agar aku bisa naik pesawat!”

Aku pun bertanya pada putranya, “Apakah Anda akan benar-benar membawanya ke Makkah?”

Ia menjawab, “Tentu… Aku akan mengusahakan berangkat kesana akhir pekan ini.”

Aku katakan pada pemuda itu, “Tidak ada kewajiban umrah bagi Ibu Anda… Lalu, mengapa Anda membawanya ke Makkah?”

Ia menjawab, “Mungkin saja kebahagiaan yang ia rasakan saat aku membawanya ke Makkah akan membuat pahalaku lebih besar daripada aku pergi umrah tanpa membawanya.”

Lalu, pemuda dan Ibunya itu meninggalkan tempat praktekku. Akupun segera meminta pada perawat agar keluar dari ruanganku dengan alasan aku ingin istirahat. Padahal, sebenarnya aku tidak tahan lagi menahan tangis haru…

Aku pun menangis sejadi-jadinya menumpahkan seluruh yang ada dalam hatiku…

Aku berkata dalam diriku :

“Begitu berbaktinya pemuda itu, padahal Ibunya tidak pernah menjadi Ibu sepenuhnya…”

Ia hanya mengandung dan melahirkan pemuda itu,

Ibunya tidak pernah merawatnya,

Tidak pernah mendekap dan membelainya penuh kasih sayang,

Tidak pernah menyuapinya ketika masih kecil,

Tidak pernah begadang malam,

Tidak pernah mengajarinya,

Tidak pernah sedih karenanya,

Tidak pernah menangis untuknya,

Tidak pernah tertawa melihat kelucuannya,

Tidak pernah terganggu tidurnya disebabkan khawatir pada putranya,

Tidak pernah…. Dan tidak pernah…!

Walaupun demikian, pemuda itu berbakti sepenuhnya pada Sang Ibu..”

.

Apakah kita akan berbakti pada ibu-ibu kita yang kondisinya sehat….

Seperti bakti pemuda itu pada Ibunya yang memiliki keterbelakangan mental?

*********

Bersyukurlah bila Anda masih memiliki kedua orang tua, terutama Ibu. Mereka adalah jembatan kita menuju ridha-Nya. Jagalah mereka, kerena
“Orang tua adalah pintu Surga yang paling tengah. Sekiranya engkau mau, maka jamgan sia-siakan pintu itu !” [HR. Ahmad]

Qadhi Iyadh menjelaskan, “Maksud pintu Surga yang paling tengah adalah pintu yang paling baik dan paling tinggi. Dengan kata lain, mentaati dan menjaga orang tua adalah sebaik-baik sarana yang bisa mengantarkan seseorang ke dalam Surga dan meraih derajat yang paling tinggi di dalamnya.”

Alangkah meruginya orang yang mendapati kedua orangtuanya telah lanjut usia, tapi ia tidak masuk Surga, padahal kesempatan itu terbuka lebar dihapannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh celaka, sungguh celaka, sungguh celaka..!!”
Lalu, dikatakan, “Siapakah itu, wahai Rasulullah?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Yaitu orang yang mendapati kedua orang tuanya, atau salah satu dari keduanya lanjut usia, namun ia tidak masuk Surga.” [HR Muslim]

Saudaraku, jagalah baik-baik pintu Surgamu itu… Selagai masih ada waktu…

Sumber kisah:
Oleh : Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairy pada Majalah Qiblati Edisi 03 Thn. IX dalam Rubrik Kisah | Copas dari status Status Nasehat

Jumat, 21 Oktober 2016

Keberuntungan Di Hari Akhir

Keberuntungan pada hari kiamat di dalam Al-Qur'an ada tiga macam:

1. Keberuntungan yang nyata الفوز المبين

Yaitu keselamatan dari siksa neraka. Dalam hal ini sama sekali tidak ada penyebutan Surga.

ALLOH berfirman:

قل إني أخاف إن عصيت ربي عذاب يوم عظيم من يصرف عنه يومئذ فقد رحمه وذلك الفوز المبين.

"Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku". Barang siapa yang dijauhkan azab dari padanya pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan rahmat kepadanya. Dan itulah KEBERUNTUNGAN YANG NYATA".

2. Keberuntungan yang besar الفوز الكبير

Yaitu Mendapat anugrah berupa masuk surga. Dalam hal ini tidak ada penyebutan kekal dalam surga dan tidak menyebutkan tingkatan kenikmatan dalam surga.

ALLOH berfirman:
 
إن الذين آمنوا وعملوا الصالحات لهم جنات تجري من تحتها الأنهار ذلك الفوز الكبير.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, Itulah KEBERUNTUNGAN YANG BESAR".

3. Keberuntungan yang agung الفوز العظيم

Yaitu Mendapat anugrah berupa Ridlo ALLOH beserta berbagai macam kenikmatan surga dan kekal di dalamnya, sebagaimana disebut dalam beberapa firman ALLOH:

تلك حدود الله ومن يطع الله ورسوله يدخله جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها وذلك الفوز العظيم

"(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari ALLOH. Barangsiapa taat kepada ALLOH dan Rasul-Nya, niscaya ALLOH memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah KEBERUNTUNGAN YANG AGUNG".

قال الله هذا يوم ينفع الصادقين صدقهم لهم جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا رضي الله عنهم ورضوا عنه ذلك الفوز العظيم

ALLOH berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, ALLOH ridha terhadap mereka dan mereka ridha terhadap ALLOH. Itulah KEBERUNTUNGAN YANG AGUNG".

وعد الله المؤمنين والمؤمنات جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها ومساكن طيبة في جنات عدن ورضوان من الله أكبر ذلك هو الفوز العظيم

"ALLOH menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridhaan ALLOH adalah lebih besar itu adalah KEBERUNTUNGAN YANG AGUNG".

والسابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضي الله عنهم ورضوا عنه وأعد لهم جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا ذلك الفوز العظيم

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, ALLOH ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada ALLOH dan ALLOH menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah KEBERUNTUNGAN YANG AGUNG".

Dan Marilah kita berdoa:

اللهم يا رحيم ياودود يارب العرش العظيم إنا نسألك الفوز العظيم لنا ولوالدينا ومن له حق القربى علينا وأحبتنا وللمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات وخاصتك من أهل القرآن وأنت العظيم الرحمن المنان آمين يارب العالمين