Senin, 15 Juni 2015

Dibalik Cahaya Penghijauan


Hari sudah beranjak sore, lalu lalang para Siswa yang ada di sekitar masjid kini sudah beranjak pergi. Tapi  aku masih saja termenung di sekitaran Masjid Walisongo. enggan rasanya tuk ku beranjak dari tempat ini.
Guyuran hujan membuatku pergi dan memutuskan tuk mencari tempat berteduh. Suara adzan maghrib dari Masjid Walisongo membuat hilang sesaat akan masalah yang sedang ku hadapi. Masalah yang sebenarnya bukan masalahku seorang. tapi sebagai aktifis lingkungan, bukankah itu adalah masalahku juga.
Kini ku beranjak dari tempat perteduhanku dan memutuskan tuk melaksanakan shalat maghrib di Masjid Walisongo. Aku langsung bergegas tuk mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat maghrib berjamaah dengan khusyu’. Tak lupa untukku berdoa kepada-Nya, karnaku percaya akan pentingnya doa selain berusaha.
Sehabis shalat ku bergegas pulang kerumah yang ada di jalan Sidodadi dengan motor Beat putih milikku. jalanan masih saja ramai karena jam menunjuk pukul tujuh tepat. Dengan gemerlap cahaya lampu disekitar jalan membuatku semakin yakin akan adanya jalan untuk masalah yang sedang membelitku ini. Ya... bagaimana tidak, kegelapan di waktu malam saja masih ada cahaya yang mampu menerangi gelapnya malam.
Pagi ini aku sengaja mengumpulkan anggota aktifis lingkungan yang aku dirikan sejak 2 tahun yang lalu untuk membahas mengenai berita hutan yang ada di belakang sekolah akan beralih fungsi menjadi lapangan futsal. Ya... Ini adalah masalah yang selama ini aku fikirkan. Tak gampang memang untuk menghadapinya. Karena ini menyangkut hak sekolah untuk membangun infrastuktur di sekolah agar bisa lebih maju. tapi kenapa harus hutan sekolah yang jadi korbannya, bukankah masih banyak tempat yang lebih luas dibanding dengan luas hutan yang hanya 8 x 10. Itupun sebenarnya sangat tidak ideal untuk dijadikan hutan sekolah.
***

“Kenapa kita tidak memohon kepada pihak sekolah untuk membatalkan proyek yang tak bermanfaat itu? ” suara itu tiba-tiba saja memotong pembicaraanku.
“oh ya... kenapa dari tadi aku ngak kefikiran itu yah...” ternyata Pak Najib. Beliau adalah guru MA Walisongo  yang kebetulan saja mendengar pembicaraanku.
“nggak salahkan kalau kita coba dulu.”

Akhirnya Pak Najib pun menjadi ikut serta dalam masalah ini. Ia mengaku bahwa ia juga seorang Anggota di salah satu komunitas pecinta lingkungan di Jepara. Ia juga menceritakan masalah yang pernah di hadapi olehnya bahkan masalahnya lebih sulit dari yang sedang aku hadapi. Tapi dengan kerja keras dan pantang menyerah, ia dan kawan kawannya bisa menyelesaikannya dengan sangat baik.
Siang ini aku akan menemui bapak kepala sekolah untuk membahas masalah hutan yang ada di belakang sekolah. Karena pikiranku jika aku bisa membuat bapak kepala sekolah ini berubah pikiran pasti hutan yang ada di belakang sekolah tak akan ditebang.

“selamat siang ,pak. Boleh saya bicara sebentar dengan bapak?” ucapku dengan nada yang sedikit gugup. Tak biasanya aku seperti ini. Mungkin karna aku baru pertama kali masuk ke ruang kepala sekolah.
“ya selamat siang juga, bicara masalah apa ya...” jawabnya dan mempersilakan duduk.
“begini pak, saya selaku perwakilan dari aktivis pecinta lingkungan merasa keberatan dengan keputusan bapak. Bapak menyetujui pembuatan lapangan futsal dan yang lebih parahnya lagi lapangan itu dibangun diatas lahan hutan sekolah.” seruku dengan nada yang sedikit ketus.
“oke bapak tau. Keputusan bapak ini salah, bapak juga tau perasaan kamu. Tapi tolong hargai keputusan bapak, toh bapak juga melakukan semua ini untuk kebutuhan kalian semua.” balasnya dengan tegas.
“sebelumnya saya minta maaf karna telah lancang berbicara seperti ini kepada bapak. Tapi saya mohon dengan hormat untuk bapak membatalkan proyek yang tak ada manfaatnya itu pak. Kita memang butuh lapangan futsal untuk olahraga tapi kita sangat membutuhkan oksigen untuk kita semua bernafas pak dan itu hanya bisa didapatkan dari tumbuhan hijau yang banyak pak.”
“saya tau itu Salman tapi bapak minta maaf karna ini juga bukan keputusan bapak saja tapi ini juga keputusan semua guru dan pemegang saham terbesar di sekolah ini Salman. Jadi bapak juga tidak bisa membatalkan begitu saja.”
“tolong lah pak,, kami semua hanya bisa berharap kepada bapak, karena mau ke siapa lagi kalau bukan ke bapak.
“sekali lagi maaf Salman, bapak sudah menandatangani kerja sama dengan kontraktor dan senin depan sudah mulai pembangunan. Jadi bapak benar-benar minta maaf.”
“apa pak... senin depan mulai pembangunan? Terus bagaimana dengan hutan yang ada di belakang sekolah pak?”
“sebenarnya bapak ada rencana untuk memindahkan hutan sekolah ke tempat yang dekat dengan kantin itu? bagaimana...”
“astaga... tempat yang dekat dengan kantin itukan Cuma sekita 5x4 pak,, masa mau dijadikan hutan...tolohlah pak, hutan yang sekarang saja itu sudah tidak ideal untuk dinamakan hutan. masa sekarang segitu...cobalah bapak pertimbangkan lagi...”
“saya benar-benar minta maaf Salman, bapak nggak bisa bantu... udah ya soalnya bapak ada janji untuk pergi ke Jepara.”
“ya sudahlah pak, maaf saya udah ganggu waktu bapak...”
Dengan wajah yang gelisah dan sedikit dugal. Akupun memutuskan untuk membahas lagi masalah ini dengan para anggota lainnya. karna waktu otomatis tinggal 3 hari lagi sebelum hutan menjadi lapangan futsal. sebenarnya aku sih kepikiran untuk berunjuk rasa tapi apakah itu tidak terlalu brutal ...jujur saja aku tak sanggup jika benar kalau hutan yang ada di belakang sekolah ini akan dijadikan lapangan futsal. Rasanya aku mau teriak sekeras-kerasnya agar semua orang tau bahwa fungsi hutan itu sangat penting untuk kehidupan kita semua...kita butuh oksigen, air, hawa yang sejuk dan itu semua hanya bisa kita dapatkan dari pohon... bukan hanya satu pohon tapi berjuta-juta pohon.
Tiba-tiba kami semua dikagetkan dengan 2 orang yang sedang mengukur tanah. Dan aku pun bingung karna pembangunan lapangan futsalkan hari senin...

“maaf pak ini mau ngukur tanah buat apa ya pak...” tanya ku dengan heran
“oh... ini buat lapangan futsal dek...” jawabnya
“apa... bukannya kata bapak kepala sekolah pembangunan mulai senin depan ya pak... kok hari ini sudah ada pengukuran...”
“untuk masalah itu saya sendiri kurang tau... saya Cuma diberi tugas sama atasan suruh ngukur tanahnya sekarang dek...”
“ya sudah pak maaf sudah ganggu waktu bapak,, terima kasih...”
“ya sama-sama..”

Hari ini benar-benar hari yang sangat melelahkan. bagaimana tidak karna sepertinya usaha yang saya lakukan itu semua sia-sia. Ngak ada hasilnya sama sekali. Dan aku ngak bisa biarkan hutan ini jadi lapangan futsal.
Keesokan harinya aku dan para anggota lainnya berdiri di hutan sekolah dan berunjuk rasa ke pihak sekolah untuk membatalkan proyek itu. Awalnya kita dikecam oleh pihak sekolah tapi demi lingkungan kita terus berunjuk rasa bahkan anggota kita semakin banyak. Sampai pihak sekolah mengundang aparat kepolisian untuk membubarkan paksa kita semua. Tapi kamipun masih tetap bertahan. bahkan kami semua memutuskan untuk berkemah dan mendirikan tenda di sekitar hutan. Ini semua kami lakukan demi terlestarinya alam ini. Mungkin ada yang berfikiran orang Cuma 8x10 masa belainnya sampai mati-matian. Ingat walaupun sedikit tapi manfaatnya tak sedikit. kita mungkin meremehkan uang 100 rupiah tapi ingat bahwa nanti kita juga akan mencarinya dan sangat membutuhkannya.
***
Aksi kami ternyata mendapat respon baik dari para komunitas pecinta lingkungan lainnya yang ada di sekitar jepara, Semarang bahkan ada yang dari luar jawa tengah. Mereka semua membantu kami untuk membatalkan proyek itu. Sampai-sampai berita ini terdengar sampai ke telinga bapak bupati Jepara dan meminta untuk pihak sekolah membicarakan lebih lanjut tentang masalah ini. Akhirnya pihak sekolah pun mengadakan rapat darurat dengan para guru dan pemegang saham untuk membahas masalah yang sudah terlanjur mencoreng nama baik sekolah ini.aku dan pak yusuf sebagai perwakilan dari para aktifis lingkungan pun di panggil untuk ikut membahas masalah ini. Dengan perdebatan yang sangat keras akhirnyapun pihak sekolah mau membatalkan proyek pengadaan lapangan futsal dan malah berencana memperluas lahan untuk area pepohonan.
Hari sudah berganti malam. kini sinar mentari tak terlihat lagi. Tergantikan cahaya bulan dan bintang yang berterbangan di langit. hewan kecil yang kelap-kelip di udarapun seakan menjadi teman malamku ini. Suasananya begitu indah seperti suasana hatiku saat ini.aku benar-benar tak percaya aku bisa menyelesaikan masalah ini walau dengan susah payah tapi yang penting semua orang bisa peduli akan lingkungan. Peduli akan manfaat yang akan kita rasakan nanti. satu pohon sangat berarti bagi kehidupan anak cucu kita kelak.

0 komentar:

Posting Komentar

Sudah dibaca,,, nggak asyik donk,,, kalau nggak dikomentari,,, (^_^)