Selasa, 27 Januari 2015

Analisis Perubahan Tingkah Laku



DITUDUH SELINGKUH, ISTRI DIHAJAR

A.    Studi Kasus Ke I









(Koran Suara Merdeka, tanggal 9 November 2010)
B.     Ringkasan Permasalahan
Pada kasus yang penyusun sediakan mengenai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dijelaskan bahwa di daerah Banyumanik seorang istri yang bernama Ningsih dituduh suaminya (Surat) sedang selingkuh dengan laki-laki lain. Kejadian ini berawal saat Ningsih menerima telepon dari Kartini, rekan kerjanya. Sedangkan sang suami tanpa berpikir panjang ia mengira yang menelpon adalah seorang laki-laki. Akibat kesalahpahaman tersebut Ningsih mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suaminya hingga mengalami luka memar di tubuhnya terutama di bagian kepalanya.

C.    Pembahasan
Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap tindakan yang mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan pada perempuan secara, fisik, psikologis, seksual, ekonomi, termasuk pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum maupun dalam lingkungan kehidupan pribadi. Sedangkan ruang lingkup KDRT dapat berupa kekerasan fisik (perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, luka berat atau ringan), Kekerasan Psikologis (perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilang PD, tidak berdaya, penderitaan psikis), Kekerasan seksual (pemaksaan hub seks), Kekerasan ekonomi dan penelantaran. Hal ini sudah ada dalam UU KDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 5.
Didalam kasus yang dimuat pada koran Suara Merdeka pada tanggal 9 November 2010, Seorang istri (Ningsih) melaporkan kepada petugas Satreskrim Polrestabes Semarang tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suaminya sendiri. Dalam hal ini kasus yang dialami korban, karena korban  merasa kesabarannya sudah habis dan tak jarang suaminya main tangan. Sehingga korban mengambil langkah untuk melapor pada yang berwenang sebagai langkah yang dilakukannya, karena tidak tahan dengan suaminya Maksud korban mengadu adalah dengan harapan agar ada sanksi tegas yang di berikan kepada suaimnya.
Dalam hal ini, adanya tekanan batin yang dialami pada korban, perasaan yang tidak nyaman, dan kekerasan psikis lainnya. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, atau penderitaan psikis berat pada seseorang Sehingga menjadikan tekanan psikologis bagi korban. Tapi dengan keberanian korban, Ningsih memberanikan diri untuk melaporkan kekerasan yang menimpanya. Karena kesadarn korban, korban memberanikan untuk melaporkan tindak kekersan psikis yang dialaminya kepada lembaga konsultasi maupun polisi. Sehingga bila terjadi kekerasan, setidaknya korban mendapatkan perlindungan hukum meskipun tidak ingin memprosesnya lebih lanjut. Korban dapat mencari jalan dengan konsultasi psikologis maupun hukum. Hal ini dilakukan agar mendapatkan hak sebagai korban KDRT.
Sehingga korban mendapatkan hak-hak sebagai korban KDRT. Yang paling utama berupa perlindungan dari pihak keluarga maupun lembaga sosial, pelayanan kesehatan, Penanganan khusus yang berkaitan dengan kerahasiaan korban, Pendampingan korban sampai permasalahn terselesaikan, maupun pelayanan bimbingan rohani
Salah satu faktor yang menjadi penyebab dari kasus tersebut adalah factor sosial budaya, budaya yang ada di masyarakat selama ini menempatkan dominasi laki-laki terhadap perempuan, Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap laki-laki boleh menguasai perempuan, Proses meniru baik dari lingkungan keluarga maupun dari media
KDRT memberikan efek negatif yang cukup besar bagi wanita sebagai korban. Kekerasan Terhadap Perempuan menjadi bingkai gender sebagai kekerasan yang dilakukan di dalam lingkup rumah tangga dengan target utama terhadap perempuan, dikarenakan peranannya dalam lingkup tersebut, atau kekerasan yang dimaksudkan untuk memberikan akibat langsung dan negatif pada perempuan dalam lingkup rumah tangga.
Sehingga hal ini diperlukan langkah-langkah untuk menghapus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Dengan membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial bukan individual dan merupakan pelanggaran hukum yang terikat dengan HAM, mendorong korban berani melaporkan kasusnya terutama pada lembaga khususnya yang dapat melakukan pendampingan korban, melaporkan kepada penegak hukum, mendampingi korban dalam penyelesaian masalah (Konseling), memberikan pemahaman kepada semua elemen masyarakat akan kekerasan dalam rumah tangga.

D.    Problem Solving

Langkah-langkah untuk menghapus KDRT


a.      Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial bukan individual dan merupakan pelanggaran hukum yang terikat dengan HAM.
b.     Mendorong korban berani melaporkan kasusnya terutama pada lembaga khususnya yang dapat melakukan pendampingan korban.
c.      Melaporkan kepada penegak hukum
d.     Mendampingi korban dalam penyelesaian masalah (Konseling) serta kemungkinan menempatkan shelter, memberikan pemahaman kepada semua elemen akan KDRT dan bagaimana implementasi hukum bagi pelaku KDRT
Langkah-langkah pendampingan korban

*   Pahami kewajiban pekerja sosial
*   Pahami kewajiban relawan pendamping
*   Pahami bentuk-bentuk KDRT
*   Pahami dampak kekerasan terhadap korban
*   Pahami hak-hak korban
*   Layanan yang diberikan kepada koban
Jika anda melihat atau menjadi korban KDRT

  1. Ceritakan tindak kekerasan itu pada orang lain, teman dekat, kerabat, lembaga pelayanan konsultasi, polisi, krisis center.
  2. Bila terjadi kekerasan, laporkan ke polisi setidaknya untuk mendapat perlindungan hukum, meskipun tidak ingin memprosesnya lebih lanjut.
  3. Mencari jalan keluar dengan konsoltasi psikologis, maupun konsultasi hukum
  4. Periksa ke dokter sesegera mungkin karena data yang ada di dokter akan berguna jika kasusnya menjadi kasus hukum.


  1. Membuat rencana perlindungan diri dengan melengkapi atau mempersiapkan kebutuhan anak-anak, uang tabungan, mempersiapkan surat-surat penting (KTP, SIM, Surat Nikah Akte Kelahiran dan lajn-lain















PENCURI DI RUMAH SAKIT KARIADI DIAMANKAN

A.       Studi Kasus Ke II










(Koran Suara Merdeka, tanggal 9 November 2010)
B.       Ringkasan Permasalahan
Pada kasus yang penyusun sediakan mengenai pencurian dijelaskan bahwa di daerah RSUP Dr. Kariadi Semarang Selatan telah terjadi kasus pencurian yang kerap sering terjadi berawal dari kelengahan korban(Peni Budi Kaesti) Si pencuri (Heri Bagus) berhasil mencuri tas dan  dompet yang berisi senilai 250ribu. Pencuri tersebut berpura-pura sebagai pasiennya, karena kelengahan korban, ia meraih tas dan dompet tersebut. Namun aksi kriminalnya itu gagal lantaran belum sempat membawa pergi barang curian, pemilik tas meneriakinya maling kemudian petugas keamanan yang mendengar langsung menangkap dan menyerahkan tersangka ke polisi

C.       Pembahasan
Kriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir, teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana.
Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan mengenai perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian kejahatan dalam kriminologi yang dipandang secara sosiologis. Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat. Reaksi sosial tersebut dapat berupa reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi non-formal.
Sebab – sebab Kriminalitas :
1.     Pertentangan dan persaingan kebudayaan
2.     Perbedaan ideologi politik
3.     Kepadatan dan komposisi penduduk
4.     Perbedaan distribusi kebudayaan
5.     Perbedaan kekayaan dan pendapatan
6.     Mentalitas yang labil
Akibat Tindakan Kriminalitas :
1.     Merugikan pihak lain baik material maupun non material
2.     Merugikan masyarakat secara keseluruhan
3.     Merugikan negara
4.     Menggangu stabilitas keamanan masyarakat
Tipe atau jenis-jenis criminal menurut penggolongan para ahlinya
1.     Penjahat dari kecendrungan(bukan karena bakat).
2.     Penjahat karena kelemahan(karena kelemahan jiwa sehingga sulit menghindarkan diri untuk tidak berbuat).
3.     Penjahat karena hawa nafsu yang berlebihan ; dan putus asa.
Tindakan kriminalitas sangat banyak baik di kota besar maupun kota kecil. Perbuatan tersebut banyak dasarnya baik dari diri sendiri ataupun dorongan dari orang lain. Biasanya kriminalitas kebnayakan berlatar belakang dari kondisi ekonomi dan masyarakat sekitar. Tindakan kriminal ada yang bersifat sembunyi – sembunyi dan ada juga yang terang –terangan. Kriminalitas masih menjadi satu kesatuan dengan kemiskinan, setelah diperhatikan kemiskinan tidak hanya miskin harta tetapi juga miskin ilmu, kiskin harga diri, miskin hati dan banyak lainnya. Jika kejahatan meningkat itu dalah salah satu faktor dari pengangguran yang ada karena para pengangguran memiliki banyak waktu kosong selain itu juga kesenjangan ekonomi yang terlihat jelas pada sekarng ini sehingga mereka para penganggur merasa tidak adil dan berfikir untuk melakukan tindak kriminalitas. Selain itu perubahan sosial yang ada merupakan salah satu pemicu tindak kriminalitas.
Kriminalitas atau kejahatan bukan merupakan peristiwa herediter, juga bukan warisan biologis. Tingkah laku kriminal itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria; dapat berlangsung pada usia anak, dewasa ataupun lanjut umur.
Arjana Capelli membagi tipe penjahat menjadi tiga:
1)             Penjahat yang melakukan kejahatan didorong oleh faktor pikopatolgis, dengan pelaku-pelakunya:
a)    Orang yang sakit jiwa
b)    Berjiwa abnormal, namun tidak sakit jiwa.
2)             Penjahat yang melakukan tindak pidana oleh cacat badani-rohani, dan kemunduran jiwa raganya;
a)    Orang-orang dengan gangguan jasmani-rohani sejak lahir dan pada usia muda, sehingga sukar dididik dan tidak mampu menyesuaikan diri terhadap pola hidup masyarakat umum.
b)   Orang-orang dengan gangguan badani-rohani pada usia lanjut (dementia senlitas), cacad/invalid oleh suatu kecelakaan, dan lain-lain.
3)             Penjahat karena faktor-faktor sosial, yaitu:
a)    Penjahat kebiasaan
b)   Penjahat kesempatan oleh kesulitan ekonomi atau kesulitan fisik.
c)    Penjahat kebetulan, yang pertama kali melakukan kejahatan kecil secara kebetulan; kemudian berkembang lebih sering lag, lalu melakukan kejahatan-kejahatan besar.
d)   Penjahat-penjahat berkelompok seperti melakukan penebangan kayu dan pencurian kayu d hutan-hutan pencurian massal di pabrik-pabrik, pembantaian secara bersama-sama, penggarongan, perampokan, dan sebagainya.
Pada kasus di atas penjahat tersebut masuk dalam kategori penjahat karena faktor-faktor sosial yang mana ia merupakan penjahat kebiasaan.
Beberapa Teori Mengenai Kejahatan
1.        Teori Teologis
Menyatakan kriminalitas sebagai perbuatan dosa yang jahat sifatnya. Setiap orang normal bisa melakukan kejahatan sebab didorong oleh roh-roh jahat dan godaan setan/iblis atau nafsu-nafsu durjana angkara, dan melanggar khendak Tuhan. Dalam keadaan setengah atau tidak sadar karena terbujuk oleh godaan iblis, orang baik-baik bisa menyalahi perintah-perintah Tuhan dan melakukan kejahatan. Maka, barang siapa melanggar perintah Tuhan, dia harus mendapat hukuman sebagai penebus dosa-dosanya.
2.        Madzhab Spiritualis dengan Teori Non-Religiusitas (Tidak Beragamanya Individu)
Setiap agama yang mempunyai keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa itu selalu mengutamakan sifat-sifat kebaikan dan kebajikan; dan dengan sendirinya menjauhi kejahatan serta kemunafikan. Terutama kebajikan berdasarkan kasih sayang terhadap sesama makhluk. Maka, agama itu mempunyai pengaruh untuk mengeluarkan manusia dari rasa egoisme atau Ich-Sucht. Agama juga membutuhkan hati manusia kepada pengertian-pengertian absolut dan altruistis (cinta pada sesama manusia) dan melarang orang melakukan kejahatan. Agama memperkenalkan nilai-nilai absolut dan nilai kemanusiaan yang luhur yang besar sekali artinya bagi pengendalian diri dan penghindaran diri dari perbuatan angkara serta durjana.
Dalam usaha mengembangkan diri dan meningkatkan harkat dirinya, manusia itu menyadari akan kekurangan dan keterbatasan kemampuannya. Dia belajar mengenali diri sendiri sebagai makhluk yang serba kurang, banyak melakukan kesalahan dan dosa-dosa atau kejahatan yang dilakukan secara tdak sadar. Jika ia menyadari keterbatasannya, maka dengan tulus ikhlas manusia akan menyerahkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, memohon ampun daripada-Nya, dan dijauhkanlah kiranya diri dari semua kejahatan. Maka pasrah diri kepada Ilahi ini merupakan usaha pokok setiap individu menuju pada kesempurnaan.
D.       Problem Solving
Solusi Kriminalitas dari tindakan kriminalaitas
1.     Mengenakan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa pandang bulu atau derajat
2.     Mengaktifkan peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak
3.     Selektif terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai busaya bangsa sendiri
4.     Menjaga kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam masyarakat dimulai sejak dini melalui pendidikan multi kultural , seperti sekolah , pengajian dan organisasi masyarakat

E.       Penutup

Demikian Analisis tugas ujian tengah semester  ini kami susun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyelesaian tugas ini. Maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif kami harapkan. Semoga bermanfaat bagi kita semua

Teknik Managemen Bimbingan Konseling (Konfrontasi)



Driskripsi klien : Klien merupakan seorang mahasiswa semester 7 yang mengalami permasalahan denga pacarnya.
Klien                    :“(Tok,,,tok,,,tok,,,) Assalamu’alaikum.....”
Konselor              :“Wa’alaikumsalam,,eh mbak Syifa, ayo mbak silahkan masuk”
Klien                    : “Iya mbak,,terimakasih”
Konselor              :“Bagaimana kabarnya, kuliahnya msih lancar-lancar saja kan?”
Klien                    :“Alhamdulillah baik mbak,,kuliahnya juga lancar-lancar saja, tapi,,,(wajah nampak murung)”
Konselor              :”Tapi kenapa?? Nampaknya ada sesuatu yang ada pikirkan, kalau boleh tahu ada apa mbak?”
Klien                    :”Iya mbak, akhir-akhir ini pacar saya berubah, saya bingung karena sebelumnya dia tidak seperti itu.”
Konselor              :”Mungkin mbak dan pacarnya sempat bertengkar mungkin”
Klien                    :”Tidak mbak, sebelumya baik-baik saja, tapi semenjak dia dapat pekerjaan baru, sikapnya berubah”
Konselor              :”Maksudnya anda sikapnya berubah seperti apa? ”
Klien                    :”Begini mbak, dulu pacar saya sabgat perhatian dan sering mengajak jalan-jalan, tapi setelah dia dapat pekerjaaan baru ini perhatiannya berkurang. (wajahnya nampak sedih).”
Koselor                :”Oh,,, begitu,mungkin pacar mbak itu masih banyak pekerjaan atau tugas kerja yang harus segera diselesaikan. Jadi pacar anda itu belum sepat menemui anda, lagi pula pacar andakan juga perlu beradaptasi dengan lingkungan kerja barunya itu. ”
Klien                    :“Ya mbak, saya sudah ngertiin keadaannya sekarang ini tapi saya juga ingin tetap diperhatikan seperti dulu. (tiba-tiba menangis).”
Konselor              :”Maaf sebelumnya, kalau anda sudah bisa ngertiin dia, trus kenapa anda menangis??”
Klien                    :”Saya bingung mbak, saya harus berbuat apa!!”
Konselor              :”Coba anda mencari kesibukan lain yang dimana dengan kesibukan tersebut anda akan sedikit bisa mengerti keadaan pacar andayang sekarang ini.”
Klien                    :”Ya mbak, tapi saya masih belum bisa melakukan hal tersebut”
Konselor              :”Maka dari itu anda harus bersabar dan tetap berusaha untuk mengerti keadaan pacar anda yang saat ini. Toh saat weekend anda masih bisa jalan dan bertemu dengan dia”
Klien                    :”Iya sich mbak,,,”
Konselor              :”Yang penting saat ini anda harus bersabar lebih dahulu”
Klien                    :”Ya sudah kalau begitu mbak, terimakasih atas solusi dan waktu yang telah mbak berikan pada saya”
Konselor              :”Sama-sama, lain kali kalau mau main silahkan saja, tidak usah sungkan-sungkan”
Klien                    :”Ya mbak, terimakasih, kalau begitu saya langsung pulang dulu”
Konselor              :”Ya sudah,,, hatihati di jalan ya,,,(sambil berjabat tangan)”
Klien                    :”Assalamu’alaikum,,,”
Konselor              :”Wa’alaikum salam,,”













o---o---o--- SEKIAN ---o---o---o

MOBILITAS SOSIAL



I.              PENDAHULUAN
Semua orang pasti menginginkan untuk dapat memperoleh status dan penghasilan yang lebih tinggi dari pada apa yang pernah dicapai oleh orang tuanya. Semua orang pasti menginginkan suatu kehidupan yang serba berkecukupan, bahkan kalau mungkin berlebihan. Keinginan­-keinginan itu adalah normal, karena pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas. Seperti halnya kalau kita menanyakan tentang cita-cita dari seorang anak, maka ia akan menjawab pada suatu status yang kebanyakan mempunyai konotasi pada penghidupan yang baik. Hanya saja apakah keinginan-keinginan, impian-impian dan cita-cita itu berhasil atau sama sekali gagal dalam proses perjalanan seseorang itulah yang kita sebut “Mobilitas Sosial”.
Mobilitas ini terus berlangsung di semua negara khususnya dalam masyarakat industri, karena dibutuhkannya sejumlah besar tenaga teknis dan profesional. [2]Istilah dasar mobilitas sosial biasanya diartikan  gerak individu atau kelompok dari suatu tangga masyarakat ke tangga yang lain atau disebut juga mobilitas vertikal. Tetapi 3 tipe mobilitas sosial tlah dapat dipastikan berkisar sekitar mobilitas vertikal, mobilitas horizontal dan mobilitas geogafis. [3]

II.           PERMASALAHAN
A.      Bagaimanakah konsep dasar mobilitas sosial itu?
B.       Bagaimanakh sifat dasar mobilitas sosial?
C.       Apasajakah manfaat dan kerugian mobilitas sosial?
D.      Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Mobilitas sosial?
E.       Apa saja dampak yang terjadi pada mobilitas sosial?

III.        PEMBAHASAN
A.      Konsep Dasar Mobilitasi Sosial
Kata mobilitas berasal dari bahasa latin, mobilis yang artinya mudah bergerak atau mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Kata dalam Bahasa indonesia yang tepat dalam pembahasan ini mobiltas adalah perpindahan atau gerak. Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau kelompok dari strata sosial yang satu ke strata sosial yang lain. [4] Sedangkan menurut Paul B. Horton, mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya. Sementara Kimball Young dan Raymond W. Mack menambahkan mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Mobilitas sosial sebenarnya dapat berlangsung dalam dua arah, sekalipun umumnya perpindahan itu dari suatu tingkat yang rendah ke suatu tingkat yang lebih tinggi. Dalam proses itu sebagian orang memang dapat berhasil mencapai status yang tinggi, namun beberapa orang juga mengalami kegagalan dan selebihnya tetap tinggal pada tingkat status yang dimiliki oleh orang tua mereka, bahkan turun lebih rendah dari itu.[5]
Dalam dunia modern, banyak orang berupaya melakukan mobilitas sosial. Mereka yakin bahwa hal tersebut akan membuat orang menjadi lebih bahagia dan memungkinkan mereka melakukan jenis pekerjaan yang peling cocok bagi diri mereka. Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial berbeda. Mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas sosial rendah, tentu saja kebanyakan orang akan terkukung dalam status nenek moyang mereka. Mereka hidup dalam kelas sosial tertutup.[6]
Mobilitas mempunyai arti yang bermacam-macam, pertama, mo­bilitas fisik (mobilitas geografis) yaitu perpindahan tempat tinggal (menetap/sementara) dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kedua, mobilitas sosial yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial ini terdiri dari dua tipe, yaitu mobilitas sosial horisontal dan vertikal. Mobilitas sosial horisontal diartikan sebagai gerak perpindahan dari suatu status lain tanpa perubahan kedudukan. Jadi dalam mobilitas sosial horisontal ini, tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang. Sedangkan mobilitas sosial vertikat yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu status sosial ke status sosial lainnya, yang tidak sederajat. Mobilitas sosial vertikai ini jika dilihat dari arahnya, maka dapat dirinci atas dua jenis, yaitu gerak perpindahan status sosial yang naik (social dimbing) dan gerak perpindahan status yang menurun (social sinking).[7]
Sebagai contoh seorang guru SMP di pindahkan menjadi guru SMA mengalami mobilitas sosial, apalagi perpindahan itu diiringi dengan kenaikan pangkat atau golongan kepegawaian. Secara administratif status mereka berubah ke hierarki yang lebih tinggi. [8]

B.       Sifat Dasar mobilitas Sosial
Dalam dunia modern, banyak negara berupaya untuk meningkatkan mobilitas sosial, dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat mobilitas sosial akan menjadikan setiap individu dalam masyarakat semakin bahagia dan bergairah. Tentunya asumsi ini didasarkan atas adanya kebebasan yang ada pada setiap individu dari latar belakang sosial manapun dalam menentukan kehidupannya. Tidak adanya diskriminasi pekerjaan baik atas dasar sex, ras, etnis dan jabatan, akan mendorong setiap individu memilih pekerjaan yang paling sesuai bagi sendirinya.
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial setiap individu berbeda, dan tidak ada diskriminasi pekerjaan, maka mereka akan tetap merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Apabila tingkat mobilitas sosial rendah, maka hal ini akan menyebabkan banyak orang terkungkung dalam status sosial para nenek moyang mereka.
Tinggi rendahnya mobilitas sosial individu dalam suatu masyarakat sangat ditentukan oleh terbuka tidaknya kelas sosial yang ada pada masyarakat. Pada masyarakat yang berkelas sosial terbuka maka masyarakatnya memiliki tingkat mobilitas tinggi, sedang pada masyarakat dengan kelas sosial tertutup, maka masyarakat tersebut memiliki tingkat mobilitas sosial yang rendah.

C.      Manfaat dan Kerugian Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial merupakan suatu fenomenal proses sosial yang wajar dalam masyarakat yang menjunjung demokrasi. Pada masyarakat ini mobilitas merupakan suatu hal yang baik, di mana pengakuan terhadap individu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki sangat terbuka lebar, sehingga tidak ada lagi suatu jerat yang membatasi seseorang untuk menduduki status yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Pada masyarakat yang mobil, disamping bersifat menguntungkan karena manfaat yang diperoleh dari mobilitas tersebut, namun demikian juga tetap memiliki konsekuensi negatif (kerugian), yaitu
Manfaat
Kerugian
·     Terbukanya kesempatan bagi individu/ masyarakat untuk mengembangkan kepribadiaanya
·     Status seseorang tidak ditentukan oleh diri sendiri yang didasarkan atas pres tasi, kemampuan dan keuletan
·     Terbukanya kesempatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik
·     Menimbulkan kecemasan dan ketegangan yang disebabkan karena mobilitas menurun
·     Munculnya kecemasan dan ketegangan sebagai akibat peran baru dari status jabatan yang ditingkatkan
·     Terjadinya keretakan hubungan antar anggota primer, yang disebabkan karena perpindahan status yang lebih tinggi atau status yang lebih rendah
·     Munculnya konflik status dan peran, konftik antar kelas sosial, antar kelom­pok sosial dan antar generasi

D.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial
Dalam makalah ini faktor penentu mobilitas sosial dibedakan dalam dua hal ;
1.    Faktor Struktur
-   Struktur Pekerjaan
Secara kasar aktivitas ekonomi dibedakan dalam dua sektor, yaitu sektor formal dan sektor informal. Kedua sektor tersebut tentunya memiliki karekteristik yang berbeda, dimana sektor formal memiliki sejumlah kedudukan mulai dari rendah sampai kedudukan yang tinggi; sedang sektor informal lebih banyak memiliki kedudukkan yang rendah dan sedikit berstatus tinggi. Perbedaan aktivitas ekonomi ini jelas akan mempengaruhi tingkat mobilitas masyarakat yang terlibat di dalamnya. Demikian halnya pada masyarakat yang aktivitas ekonominya didominasi oleh sektor pertanian dan penghasilan bahan­bahan baku (pertambangan, kehutanan) lebih banyak memiliki status kedudukan rendah, dan sedikit kedudukan yang berstatus tinggi, sehingga tingkat mobilitasnya rendah. Tingkat mobilitas pada negara-negara maju, mengalami peningkatan seiring dengan semakin berkembangnya industrialisasi.
-   Ekonomi Ganda
Dilihat dari sudut ekonomi, suatu masyarakat dapat ditandai atas dasar jiwa sosial (social spirit), bentuk-bentuk organisasi dan teknik-teknik yang mendukungnya. Ketiga unsur itu saling berkaitan dan menentukan ciri khas dari masyarakat yang bersangkutan, maksud­nya adalah bahwa jiwa sosial, bentuk organisasi dan teknik yang unggul akan menentukan gaya dan wajah masyarakat bersangkutan. Oleh karena itu ketiga unsur ini, dalam kaitan suatu dengan yang lainya dapat disebut sebagai sistem sosial, gaya sosial, atau iklim sosial masyarakat yang bersangkutan. Di negara-negara berkembang ternyata perkembangan ekonomi menimbulkan be­berapa jenis dualisme, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi dari keadaan-keadaan ekonomi serta keadaan lainnya daiam suatu sektor tidak mempunyai sifat-sifat seragam, dan sebaliknya dapat dengan tegas dibedakan dalam dua golongan. Pertama adalah kegiatan-kegiatan atau keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur yang bersifat tradisional, dan yang kedua adalah ber­bagai kegiatan-kegiatan atau keadaan-keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur modern. Dualisme ekonomi itu dapat kita lihat antara sektor pertanian tradisional, yang dicirikan oleh tingkat produktifitas yang rendah dan menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat berada pada tingkat yang lazim disebut dengan istilah tingkat pendapatan subsiten. Sedangkan pada sektor ekonomi modern, dicirikan dengan tipe ekonomi pasar, dimana kegiatan masyarakat dalam meproduksi sebagian besar ditujukan untuk pasar. Adanya dualisme ekonomi ini, tentunya akan mempengaruhi terhadap cepat tidaknya mobilitas itu berlangsung dan besar-kecilnya kesempatan untuk melakukan mobilitas.
-   Penunjang dan Penghambat Mobilitas
Anak-anak yang berasal dan kelas sosial menengah pada umumnya memiliki pengalaman belajar yang lebih menunjang mobilitas naik daripada pengalaman anak-anak kelas sosial rendah. Para sarjana teori konflik berpandangan bahwa ijazah, tes, rekomen­dasi, “jaringan hubungan antar teman (merupakan jaringan hubun­gan antara teman-teman dekat dalam suatu jenis profesi atau dunia usaha. Mereka saling tukar-menukar informasi dan rekomendasi menyangkut kesempatan kerja, sehingga menyulitkan bagi orang­orang luar” untuk dapat menerobosnya), dan diskriminasi terang-­terangan terhadap kelompok ras maupun kelompok etnik minoritas, serta orang-orang dari kelas sosial rendah. untuk melakukan mobilitas-naik; di lain pihak, faktor penghambat tersebut juga menutup kemungkinan terjadinya mobilitas-menurun bagi kelompok orang dari kelas sosial atas. Di samping faktor penghambat, terdapat pula faktor penunjang mobilitas yang bersifat struktural, sebagai misal adalah adanya undang-undang anti diskrimiasi, munculnya lem­baga-lembaga latihan kerja baik yang dibiayai oleh pemerintah atau LSM-LSM, merupakan faktor penunjang penting untuk terjadinya mobilitas-naik bagi banyak orang dari status sosial rendah.
2.    Faktor Individu
-   Perbedaan Kemamuan
Apakah kemampuan itu? Bagaimana cara mengukurnya? dan Ba­gaimana kemampuan mendukung terhadap keberhasilan hidup dan mobilitas? Adalah merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan semua pihak. Namun demikan, perbedaan kemampuan yang ada pada masing-masing individu merupakan salah satu indikator penting yang menentukan keberhasilan hidup dan tingkat mobilitas.
-   Perbedaan Perilaku yang Menunjang Mobilitas
Yang dimaksudkan dengan perilaku penunjang mobilitas adalah suatu pandangan atau orientasi sikap individu terhadap mobilitas. Perbedaan orientasi sikap individu terhadap mobilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pendidikan, kesenjangan nilai, kebiasaan kerja, pola penundaan kesenangan, kemampuan “cara ber­main”; dan pola kesenjangan nilai.
-   Faktor Keberuntungan/ Kemujuran
Banyak orang yang benar-benar bekerja keras dan memenuhi semua persyaratan untuk menjadi orang yang berhasil, namun tetap mengalami kegagalan; sebaliknya, keberhasilan kadangkala justru “jatuh” pada orang lain yang jauh persyaratan. Faktor kemujuran/keberuntungan ini jelas tidak mungkin dapat diukur dan merupakan alasan umum bagi suatu kegagalan, namun faktor ini tetap tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu faktor dalam mobilitas.[9]

E.       Dampak Mobilitas Terhadap Komposisi Penduduk
Gejala naik turunnya status sosial tentu memberikan konsekuensi-konsekuensi tertentu terhadap struktur sosial masyarakat. Konsekuensi-konsekuensi itu kemudian mendatangkan berbagai reaksi. Reaksi ini dapat berbentuk konflik. Ada berbagai macam konflik yang bisa muncul dalam masyarakat sebagai akibat terjadinya mobilitas.

Ø  Dampak negatif

·      Konflik antarkelas
Dalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuran-ukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam lapisan-lapisan tadi disebut kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas.
Contoh: demonstrasi buruh yang menuntuk kenaikan upah, menggambarkan konflik antara kelas buruh dengan pengusaha.
·      Konflik antarkelompok sosial
Di dalam masyatakat terdapat pula kelompok sosial yang beraneka ragam. Di antaranya kelompok sosial berdasarkan ideologi, profesi, agama, suku, dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbul konflik.
Contoh: tawuran pelajar, perang antarkampung.
·      Konflik antargenerasi
Konflik antar generasi terjadi antara generasi tua yang mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin mengadakan perubahan.
Contoh: Pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut generasi tua.
·      Penyesuaian kembali
Setiap konflik pada dasarnya ingin menguasai atau mengalahkan lawan. Bagi pihak-pihak yang berkonflik bila menyadari bahwa konflik itu lebih banyak merugikan kelompoknya, maka akan timbul penyesuaian kembali yang didasari oleh adanya rasa toleransi atau rasa penyesuaian kembali yang didasari oleh adanya rasa toleransi atau rasa saling menghargai. Penyesuaian semacam ini disebut Akomodasi.

Ø  Dampak positif

·      Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas.
Contoh: Seorang anak miskin berusaha belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan.
·      Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.
Contoh: Indonesia yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan ini akan lebih cepat terjadi jika didukung oleh sumber daya yang memiliki kualitas. Kondisi ini perlu didukung dengan peningkatan dalam bidang pendidikan.[10]

IV.        KESIMPUALAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Konsep mobilitas tersebut dalam prakteknya akan saling berkaitan satu sama lain, dan sulit untuk menentukan mana sebagai akibat dan penyebabnya. Sebagai contoh untuk terjadinya perubahan status sosial, seseorang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya karena ketiadaan lapangan kerja, atau sebaliknya mobilitas sosial seringkali mengakibatkan adanya mobilitas geografi yang disertai dengan segala kerugian yang menyakitkan, yakni lenyapnya ikatan sosial yang sudah demikian lama terjalin. Dalamm hal ini tidak adanya diskriminasi pekerjaan baik atas dasar sex, ras, etnis dan jabatan, akan mendorong setiap individu memilih pekerjaan yang paling sesuai bagi sendirinya.
Faktor penentu mobilitas sosial dibedakan dalam dua hal, pertama faktor struktur, yaitu faktor yang menentukan jumlah refatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan untuk memperolehnya. Faktor struktur ini meliputi; struktur pekerjaan, ekonomi ganda (dualistic econom­ics), dan faktor penunjang dan penghambat mobilitas itu sendiri. Kedua, faktor individu, dalam hal ini termasuk didalamnya adalah perbedaan kemampuan, orientasi sikap terhadap mobilitas, dan faktor kemujuran

V.           PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif kami harapkan. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan SMK
Depag RI, 1986, Sosiologi Agama II: Agama dan Mobilitas Sosial Sosial, Jakarta, Depag RI.
 http://hannanoeryanti.wordpress.com/materi-baru/ Diunduh  pada hari Jum’at, pukul 10.00
 http://id.wikipedia.org/wiki/Gerak_sosial#Definisi, Diunduh  pada hari Jum’at, pukul 09.36
 Mukhlas, 2010, pendidikan dan Mobilitas Vertikal, Ponorogo, STAIN Ponorogo Press.
 Nasution, 1995, sosiologi Pendidikan, Jakarta, bandung,
Sugihen, Bahreint, Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar), Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.





[1]. Disampaikan dalam diskusi perkuliahan mata kuliah Sosiologi, pada hari Kamis tanggal 27 Oktober 2011 di ruang I.7
[2]. Nasution, 1995, sosiologi Pendidikan,Jakarta, bandung, hlm. 35
[3]. Depag RI, 1986, Sosiologi Agama II: Agama dan Mobilitas Sosial Sosial, Jakarta, Depag RI, hlm. 1
[4].  Buku Panduan SMK
[5]. Mukhlas, 2010, pendidikan dan Mobilitas Vertikal, Ponorogo, STAIN Ponorogo Press, hlm. 72
[6]. http://id.wikipedia.org/wiki/Gerak_sosial#Definisi, Diunduh  pada hari Jum’at, pukul 09.36
[7]. http://hannanoeryanti.wordpress.com/materi-baru/ Diunduh  pada hari Jum’at, pukul 10.00
[8]. Sugihen, Bahreint, Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar), Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hlm 146
[9]. http://hannanoeryanti.wordpress.com/materi-baru/ Diunduh  pada hari Jum’at, pukul 10.00

[10]. http://id.wikipedia.org/wiki/Gerak_sosial#Definisi, Diunduh  pada hari Jum’at, pukul 09.36