Selasa, 27 Januari 2015

MOBILITAS SOSIAL



I.              PENDAHULUAN
Semua orang pasti menginginkan untuk dapat memperoleh status dan penghasilan yang lebih tinggi dari pada apa yang pernah dicapai oleh orang tuanya. Semua orang pasti menginginkan suatu kehidupan yang serba berkecukupan, bahkan kalau mungkin berlebihan. Keinginan­-keinginan itu adalah normal, karena pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas. Seperti halnya kalau kita menanyakan tentang cita-cita dari seorang anak, maka ia akan menjawab pada suatu status yang kebanyakan mempunyai konotasi pada penghidupan yang baik. Hanya saja apakah keinginan-keinginan, impian-impian dan cita-cita itu berhasil atau sama sekali gagal dalam proses perjalanan seseorang itulah yang kita sebut “Mobilitas Sosial”.
Mobilitas ini terus berlangsung di semua negara khususnya dalam masyarakat industri, karena dibutuhkannya sejumlah besar tenaga teknis dan profesional. [2]Istilah dasar mobilitas sosial biasanya diartikan  gerak individu atau kelompok dari suatu tangga masyarakat ke tangga yang lain atau disebut juga mobilitas vertikal. Tetapi 3 tipe mobilitas sosial tlah dapat dipastikan berkisar sekitar mobilitas vertikal, mobilitas horizontal dan mobilitas geogafis. [3]

II.           PERMASALAHAN
A.      Bagaimanakah konsep dasar mobilitas sosial itu?
B.       Bagaimanakh sifat dasar mobilitas sosial?
C.       Apasajakah manfaat dan kerugian mobilitas sosial?
D.      Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Mobilitas sosial?
E.       Apa saja dampak yang terjadi pada mobilitas sosial?

III.        PEMBAHASAN
A.      Konsep Dasar Mobilitasi Sosial
Kata mobilitas berasal dari bahasa latin, mobilis yang artinya mudah bergerak atau mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Kata dalam Bahasa indonesia yang tepat dalam pembahasan ini mobiltas adalah perpindahan atau gerak. Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau kelompok dari strata sosial yang satu ke strata sosial yang lain. [4] Sedangkan menurut Paul B. Horton, mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya. Sementara Kimball Young dan Raymond W. Mack menambahkan mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Mobilitas sosial sebenarnya dapat berlangsung dalam dua arah, sekalipun umumnya perpindahan itu dari suatu tingkat yang rendah ke suatu tingkat yang lebih tinggi. Dalam proses itu sebagian orang memang dapat berhasil mencapai status yang tinggi, namun beberapa orang juga mengalami kegagalan dan selebihnya tetap tinggal pada tingkat status yang dimiliki oleh orang tua mereka, bahkan turun lebih rendah dari itu.[5]
Dalam dunia modern, banyak orang berupaya melakukan mobilitas sosial. Mereka yakin bahwa hal tersebut akan membuat orang menjadi lebih bahagia dan memungkinkan mereka melakukan jenis pekerjaan yang peling cocok bagi diri mereka. Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial berbeda. Mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas sosial rendah, tentu saja kebanyakan orang akan terkukung dalam status nenek moyang mereka. Mereka hidup dalam kelas sosial tertutup.[6]
Mobilitas mempunyai arti yang bermacam-macam, pertama, mo­bilitas fisik (mobilitas geografis) yaitu perpindahan tempat tinggal (menetap/sementara) dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kedua, mobilitas sosial yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial ini terdiri dari dua tipe, yaitu mobilitas sosial horisontal dan vertikal. Mobilitas sosial horisontal diartikan sebagai gerak perpindahan dari suatu status lain tanpa perubahan kedudukan. Jadi dalam mobilitas sosial horisontal ini, tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang. Sedangkan mobilitas sosial vertikat yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu status sosial ke status sosial lainnya, yang tidak sederajat. Mobilitas sosial vertikai ini jika dilihat dari arahnya, maka dapat dirinci atas dua jenis, yaitu gerak perpindahan status sosial yang naik (social dimbing) dan gerak perpindahan status yang menurun (social sinking).[7]
Sebagai contoh seorang guru SMP di pindahkan menjadi guru SMA mengalami mobilitas sosial, apalagi perpindahan itu diiringi dengan kenaikan pangkat atau golongan kepegawaian. Secara administratif status mereka berubah ke hierarki yang lebih tinggi. [8]

B.       Sifat Dasar mobilitas Sosial
Dalam dunia modern, banyak negara berupaya untuk meningkatkan mobilitas sosial, dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat mobilitas sosial akan menjadikan setiap individu dalam masyarakat semakin bahagia dan bergairah. Tentunya asumsi ini didasarkan atas adanya kebebasan yang ada pada setiap individu dari latar belakang sosial manapun dalam menentukan kehidupannya. Tidak adanya diskriminasi pekerjaan baik atas dasar sex, ras, etnis dan jabatan, akan mendorong setiap individu memilih pekerjaan yang paling sesuai bagi sendirinya.
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial setiap individu berbeda, dan tidak ada diskriminasi pekerjaan, maka mereka akan tetap merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Apabila tingkat mobilitas sosial rendah, maka hal ini akan menyebabkan banyak orang terkungkung dalam status sosial para nenek moyang mereka.
Tinggi rendahnya mobilitas sosial individu dalam suatu masyarakat sangat ditentukan oleh terbuka tidaknya kelas sosial yang ada pada masyarakat. Pada masyarakat yang berkelas sosial terbuka maka masyarakatnya memiliki tingkat mobilitas tinggi, sedang pada masyarakat dengan kelas sosial tertutup, maka masyarakat tersebut memiliki tingkat mobilitas sosial yang rendah.

C.      Manfaat dan Kerugian Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial merupakan suatu fenomenal proses sosial yang wajar dalam masyarakat yang menjunjung demokrasi. Pada masyarakat ini mobilitas merupakan suatu hal yang baik, di mana pengakuan terhadap individu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki sangat terbuka lebar, sehingga tidak ada lagi suatu jerat yang membatasi seseorang untuk menduduki status yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Pada masyarakat yang mobil, disamping bersifat menguntungkan karena manfaat yang diperoleh dari mobilitas tersebut, namun demikian juga tetap memiliki konsekuensi negatif (kerugian), yaitu
Manfaat
Kerugian
·     Terbukanya kesempatan bagi individu/ masyarakat untuk mengembangkan kepribadiaanya
·     Status seseorang tidak ditentukan oleh diri sendiri yang didasarkan atas pres tasi, kemampuan dan keuletan
·     Terbukanya kesempatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik
·     Menimbulkan kecemasan dan ketegangan yang disebabkan karena mobilitas menurun
·     Munculnya kecemasan dan ketegangan sebagai akibat peran baru dari status jabatan yang ditingkatkan
·     Terjadinya keretakan hubungan antar anggota primer, yang disebabkan karena perpindahan status yang lebih tinggi atau status yang lebih rendah
·     Munculnya konflik status dan peran, konftik antar kelas sosial, antar kelom­pok sosial dan antar generasi

D.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial
Dalam makalah ini faktor penentu mobilitas sosial dibedakan dalam dua hal ;
1.    Faktor Struktur
-   Struktur Pekerjaan
Secara kasar aktivitas ekonomi dibedakan dalam dua sektor, yaitu sektor formal dan sektor informal. Kedua sektor tersebut tentunya memiliki karekteristik yang berbeda, dimana sektor formal memiliki sejumlah kedudukan mulai dari rendah sampai kedudukan yang tinggi; sedang sektor informal lebih banyak memiliki kedudukkan yang rendah dan sedikit berstatus tinggi. Perbedaan aktivitas ekonomi ini jelas akan mempengaruhi tingkat mobilitas masyarakat yang terlibat di dalamnya. Demikian halnya pada masyarakat yang aktivitas ekonominya didominasi oleh sektor pertanian dan penghasilan bahan­bahan baku (pertambangan, kehutanan) lebih banyak memiliki status kedudukan rendah, dan sedikit kedudukan yang berstatus tinggi, sehingga tingkat mobilitasnya rendah. Tingkat mobilitas pada negara-negara maju, mengalami peningkatan seiring dengan semakin berkembangnya industrialisasi.
-   Ekonomi Ganda
Dilihat dari sudut ekonomi, suatu masyarakat dapat ditandai atas dasar jiwa sosial (social spirit), bentuk-bentuk organisasi dan teknik-teknik yang mendukungnya. Ketiga unsur itu saling berkaitan dan menentukan ciri khas dari masyarakat yang bersangkutan, maksud­nya adalah bahwa jiwa sosial, bentuk organisasi dan teknik yang unggul akan menentukan gaya dan wajah masyarakat bersangkutan. Oleh karena itu ketiga unsur ini, dalam kaitan suatu dengan yang lainya dapat disebut sebagai sistem sosial, gaya sosial, atau iklim sosial masyarakat yang bersangkutan. Di negara-negara berkembang ternyata perkembangan ekonomi menimbulkan be­berapa jenis dualisme, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi dari keadaan-keadaan ekonomi serta keadaan lainnya daiam suatu sektor tidak mempunyai sifat-sifat seragam, dan sebaliknya dapat dengan tegas dibedakan dalam dua golongan. Pertama adalah kegiatan-kegiatan atau keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur yang bersifat tradisional, dan yang kedua adalah ber­bagai kegiatan-kegiatan atau keadaan-keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur modern. Dualisme ekonomi itu dapat kita lihat antara sektor pertanian tradisional, yang dicirikan oleh tingkat produktifitas yang rendah dan menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat berada pada tingkat yang lazim disebut dengan istilah tingkat pendapatan subsiten. Sedangkan pada sektor ekonomi modern, dicirikan dengan tipe ekonomi pasar, dimana kegiatan masyarakat dalam meproduksi sebagian besar ditujukan untuk pasar. Adanya dualisme ekonomi ini, tentunya akan mempengaruhi terhadap cepat tidaknya mobilitas itu berlangsung dan besar-kecilnya kesempatan untuk melakukan mobilitas.
-   Penunjang dan Penghambat Mobilitas
Anak-anak yang berasal dan kelas sosial menengah pada umumnya memiliki pengalaman belajar yang lebih menunjang mobilitas naik daripada pengalaman anak-anak kelas sosial rendah. Para sarjana teori konflik berpandangan bahwa ijazah, tes, rekomen­dasi, “jaringan hubungan antar teman (merupakan jaringan hubun­gan antara teman-teman dekat dalam suatu jenis profesi atau dunia usaha. Mereka saling tukar-menukar informasi dan rekomendasi menyangkut kesempatan kerja, sehingga menyulitkan bagi orang­orang luar” untuk dapat menerobosnya), dan diskriminasi terang-­terangan terhadap kelompok ras maupun kelompok etnik minoritas, serta orang-orang dari kelas sosial rendah. untuk melakukan mobilitas-naik; di lain pihak, faktor penghambat tersebut juga menutup kemungkinan terjadinya mobilitas-menurun bagi kelompok orang dari kelas sosial atas. Di samping faktor penghambat, terdapat pula faktor penunjang mobilitas yang bersifat struktural, sebagai misal adalah adanya undang-undang anti diskrimiasi, munculnya lem­baga-lembaga latihan kerja baik yang dibiayai oleh pemerintah atau LSM-LSM, merupakan faktor penunjang penting untuk terjadinya mobilitas-naik bagi banyak orang dari status sosial rendah.
2.    Faktor Individu
-   Perbedaan Kemamuan
Apakah kemampuan itu? Bagaimana cara mengukurnya? dan Ba­gaimana kemampuan mendukung terhadap keberhasilan hidup dan mobilitas? Adalah merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan semua pihak. Namun demikan, perbedaan kemampuan yang ada pada masing-masing individu merupakan salah satu indikator penting yang menentukan keberhasilan hidup dan tingkat mobilitas.
-   Perbedaan Perilaku yang Menunjang Mobilitas
Yang dimaksudkan dengan perilaku penunjang mobilitas adalah suatu pandangan atau orientasi sikap individu terhadap mobilitas. Perbedaan orientasi sikap individu terhadap mobilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pendidikan, kesenjangan nilai, kebiasaan kerja, pola penundaan kesenangan, kemampuan “cara ber­main”; dan pola kesenjangan nilai.
-   Faktor Keberuntungan/ Kemujuran
Banyak orang yang benar-benar bekerja keras dan memenuhi semua persyaratan untuk menjadi orang yang berhasil, namun tetap mengalami kegagalan; sebaliknya, keberhasilan kadangkala justru “jatuh” pada orang lain yang jauh persyaratan. Faktor kemujuran/keberuntungan ini jelas tidak mungkin dapat diukur dan merupakan alasan umum bagi suatu kegagalan, namun faktor ini tetap tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu faktor dalam mobilitas.[9]

E.       Dampak Mobilitas Terhadap Komposisi Penduduk
Gejala naik turunnya status sosial tentu memberikan konsekuensi-konsekuensi tertentu terhadap struktur sosial masyarakat. Konsekuensi-konsekuensi itu kemudian mendatangkan berbagai reaksi. Reaksi ini dapat berbentuk konflik. Ada berbagai macam konflik yang bisa muncul dalam masyarakat sebagai akibat terjadinya mobilitas.

Ø  Dampak negatif

·      Konflik antarkelas
Dalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuran-ukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam lapisan-lapisan tadi disebut kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas.
Contoh: demonstrasi buruh yang menuntuk kenaikan upah, menggambarkan konflik antara kelas buruh dengan pengusaha.
·      Konflik antarkelompok sosial
Di dalam masyatakat terdapat pula kelompok sosial yang beraneka ragam. Di antaranya kelompok sosial berdasarkan ideologi, profesi, agama, suku, dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbul konflik.
Contoh: tawuran pelajar, perang antarkampung.
·      Konflik antargenerasi
Konflik antar generasi terjadi antara generasi tua yang mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin mengadakan perubahan.
Contoh: Pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut generasi tua.
·      Penyesuaian kembali
Setiap konflik pada dasarnya ingin menguasai atau mengalahkan lawan. Bagi pihak-pihak yang berkonflik bila menyadari bahwa konflik itu lebih banyak merugikan kelompoknya, maka akan timbul penyesuaian kembali yang didasari oleh adanya rasa toleransi atau rasa penyesuaian kembali yang didasari oleh adanya rasa toleransi atau rasa saling menghargai. Penyesuaian semacam ini disebut Akomodasi.

Ø  Dampak positif

·      Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas.
Contoh: Seorang anak miskin berusaha belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan.
·      Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.
Contoh: Indonesia yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan ini akan lebih cepat terjadi jika didukung oleh sumber daya yang memiliki kualitas. Kondisi ini perlu didukung dengan peningkatan dalam bidang pendidikan.[10]

IV.        KESIMPUALAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Konsep mobilitas tersebut dalam prakteknya akan saling berkaitan satu sama lain, dan sulit untuk menentukan mana sebagai akibat dan penyebabnya. Sebagai contoh untuk terjadinya perubahan status sosial, seseorang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya karena ketiadaan lapangan kerja, atau sebaliknya mobilitas sosial seringkali mengakibatkan adanya mobilitas geografi yang disertai dengan segala kerugian yang menyakitkan, yakni lenyapnya ikatan sosial yang sudah demikian lama terjalin. Dalamm hal ini tidak adanya diskriminasi pekerjaan baik atas dasar sex, ras, etnis dan jabatan, akan mendorong setiap individu memilih pekerjaan yang paling sesuai bagi sendirinya.
Faktor penentu mobilitas sosial dibedakan dalam dua hal, pertama faktor struktur, yaitu faktor yang menentukan jumlah refatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan untuk memperolehnya. Faktor struktur ini meliputi; struktur pekerjaan, ekonomi ganda (dualistic econom­ics), dan faktor penunjang dan penghambat mobilitas itu sendiri. Kedua, faktor individu, dalam hal ini termasuk didalamnya adalah perbedaan kemampuan, orientasi sikap terhadap mobilitas, dan faktor kemujuran

V.           PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif kami harapkan. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan SMK
Depag RI, 1986, Sosiologi Agama II: Agama dan Mobilitas Sosial Sosial, Jakarta, Depag RI.
 http://hannanoeryanti.wordpress.com/materi-baru/ Diunduh  pada hari Jum’at, pukul 10.00
 http://id.wikipedia.org/wiki/Gerak_sosial#Definisi, Diunduh  pada hari Jum’at, pukul 09.36
 Mukhlas, 2010, pendidikan dan Mobilitas Vertikal, Ponorogo, STAIN Ponorogo Press.
 Nasution, 1995, sosiologi Pendidikan, Jakarta, bandung,
Sugihen, Bahreint, Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar), Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.





[1]. Disampaikan dalam diskusi perkuliahan mata kuliah Sosiologi, pada hari Kamis tanggal 27 Oktober 2011 di ruang I.7
[2]. Nasution, 1995, sosiologi Pendidikan,Jakarta, bandung, hlm. 35
[3]. Depag RI, 1986, Sosiologi Agama II: Agama dan Mobilitas Sosial Sosial, Jakarta, Depag RI, hlm. 1
[4].  Buku Panduan SMK
[5]. Mukhlas, 2010, pendidikan dan Mobilitas Vertikal, Ponorogo, STAIN Ponorogo Press, hlm. 72
[6]. http://id.wikipedia.org/wiki/Gerak_sosial#Definisi, Diunduh  pada hari Jum’at, pukul 09.36
[7]. http://hannanoeryanti.wordpress.com/materi-baru/ Diunduh  pada hari Jum’at, pukul 10.00
[8]. Sugihen, Bahreint, Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar), Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hlm 146
[9]. http://hannanoeryanti.wordpress.com/materi-baru/ Diunduh  pada hari Jum’at, pukul 10.00

[10]. http://id.wikipedia.org/wiki/Gerak_sosial#Definisi, Diunduh  pada hari Jum’at, pukul 09.36

0 komentar:

Posting Komentar

Sudah dibaca,,, nggak asyik donk,,, kalau nggak dikomentari,,, (^_^)