I.
PENDAHULUAN
Al-Qur`an sebagai sumber prinsip ajaran Islam, telah menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan adalah semartabat sebagai manusia di sisi
Allah SWT. Banyak ayat al-Qur`an yang membicarakan kesetaraan gender, seperti ayat-ayat tentang asal-usul penicptaan manusia, kedudukan laki-laki dan
perempuan baik dala kehidupan keluarga, sosial
kemasyarakatan ataupun keagamaan. Namun bila dilihat
sepintas, tanpa dicermati lebih dalam ada ayat-ayat al-Qur`an yang seakan- akan
mendiskriminasikan perempuan, menempatkan perempuan pada posisi marginal dan subordinat terhadap laki-laki.[1]
Asghar
Ali Engineer yang menjadi tokoh feminis muslim, pandangan mereka yang
menyegarkan mengenai perempuan dalam pembangunan dapat kita pilah-pilah sesuai
dengan kebutuhan kultur budaya kita. Adanya pemahaman bahwa peran gender dapat
dipertukarkan, baik bagi laki-laki maupun perempuan dan tidak dapat dikatakan
sebagai sesuatu yang bersifat kodrati yang hanya melekat pada jenis kelamin
tertentu.
II.
PERMASALAHAN
A.
Siapakah
Asghar Ali Engineer itu ?
B.
Apa sajakah
karya – karya dari Asghar Ali Engineer?
C.
Bagaimana
pemikiran Asghar Ali Engineer tentang Gender ?
III.
PEMBAHASAN
A. Biografi
Asghar Ali Engineer
Asghar Ali Engineer adalah seorang Muslim
India. Ia adalah seorang pemikir, penulis dan aktivis sekaligus. Ia
dilahirkan di Rajasthan (dekat Udaipur, India) pada 10 Maret 1940. Ia mendapatkan gelar doktor dalam bidang teknik
sipil dari Vikram University (Ujjain,
India). Pengetahuan agamanya diperoleh dari ayahnya yang Syi’ah. Ia adalah
seorang aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO) yang mempunyai perhatian
besar terhadap tema-tema pembebasan dalam Alquran. Ia pernah menulis artikel
yang berjudul “Toward a Liberation Theology in Islam” yang kemudian diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia “Islam dan pembebasan” (Yogyakarta: LSIK, 1993).
Adapun bukunya yang berkaitan dengan masalah perempuan adalah The Rights of
Women in Islam yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Hak-Hak Perempuan dalam Islam (1994). Masih banyak karyanya yang lain yang
menyuarakan keadilan dan pembebasan (Nuryanto, 2001: 7-13).
Di awal tulisannya Asghar mengatakan, demi mengekalkan
kekuasaan atas perempuan, masyarakat seringkali mengekang norma-norma adil dan
egaliter yang ada dalam al-Qur’an (Engineer, 1994: 1). Asghar juga mengatakan
bahwa Alquran merupakan kitab suci pertama yang memberikan martabat kepada kaum
perempuan sebagai manusia di saat mereka dilecehkan oleh peradaban besar
seperti Bizantium dan Sassanid. Menurutnya, kitab suci ini memberikan banyak
hak kepada perempuan dalam masalah perkawinan, perceraian, kekayaan, dan
warisan (Nuryanto, 2001: 61).
Berkaitan dengan perempuan, Asghar menganggap bahwa meskipun
Alquran memuliakan perempuan setara dengan laki-laki, namun semangat itu
ditundukkan oleh patriarkisme yang telah mendarah daging dalam kehidupan
berbagai masyarakat, termasuk kaum Muslim. Meskipun secara normatif dapat
diketahui bahwa Alquran memihak kepada kesetaraan status antara kedua jenis kelamin,
secara kontekstual al-Qur’an mengakui adanya kelebihan laki-laki di bidang
tertentu dibanding perempuan. Namun, dengan mengabaikan konteksnya, fuqaha` (jamak dari fāqih) berusaha memberikan status lebih
unggul bagi laki-laki (Engineer, 1994: 56). Dalam proses pembentukan syariah,
ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah perempuan sering ditafsirkan sesuai
dengan prasangka-prasangka yang diidap
oleh banga Arab dan non Arab pra Islam – yakni peradaban Hellenisme dan
Sassanid – mengenai perempuan (Engineer, 1994: 80). Dengan demikian,
interpretasi terhadap ayat-ayat Alquran sangat tergantung pada sudut pandang
dan posisi apriori yang diambil penafsirnya.
Mengenai ayat Alquran “al-rijalu qawwamuna ‘ala al-nisa’”
(QS. al-Nisa’ (4): 34) Asghar mengatakan, kata
qawwam dalam ayat itu berarti pemberi nafkah dan pengatur urusan
keluarga, dan Alquran tidak mengatakan bahwa laki-laki harus menjadi qawwām.
Menurutnya, jika Allah memaksudkan ayat tersebut sebagai sebuah pernyataan
normatif, maka pastilah hal itu akan mengikat semua perempuan di semua zaman
dalam semua keadaan. Namun, Allah tidak menghendaki hal tersebut (Engineer,
1994: 63). Untuk menguatkannya Asghar mengutip pendapat-pendapat dari beberapa
pakar seperti Parvez, seorang penafsir Alquran terkemuka dari Pakistan, Maulana
Azad, pelopor hak-hak perempuan, dan Maulana Umar Ahmad Usmani yang pada
prinsipnya mengatakan bahwa Allah tidak melebihkan laki-laki atas perempuan.
Dari penjelasan di atas, tampaknya Asghar ingin mengatakan
bahwa dalam khazanah tafsir, khususnya yang berkaitan dengan masalah perempuan,
sebenarnya ada pendapat-pendapat yang bersikap empati atau pro-perempuan.
Meskipun harus diakui, pendapat yang demikian kalah populer dibanding dengan
pendapat-pendapat lain yang misoginis. Atas dasar empati inilah Asghar mencoba
menunjukkan alternatif tafsiran atas beberapa ayat Alquran yang selama ini
digunakan untuk mengekalkan subordinasi perempuan, yakni berkaitan dengan
perceraian, perkawinan, hak waris, kesaksian, dan hak ekonomis (Engineer, 1994:
220).[2]
B. Karya –
karya Asghar Ali Engineer
· Pembebasan perempuan
· Hak-hak perempuan dalam Islam
· Islam dan teologi pembebasan
· Communal riots in post-independence India
· They too fought for India's freedom: the role of minorities
· Islam in Contemporary World
· The Bohras
· Communalism in India
· Rethinking issues in Islam
C. Pemikiran
Asghar Ali Engineer tentang Gender
Dalam
masalah keluarga dan keadilan jenis kelamin, sejarah tidaklah berpihak pada
islam. Alqur’an menetapkan untuk memberdayakan perempuan, tetapi norma sosial,konfensi
dan prakti bertekad benar melawanyya. Maskipun begit alqur”an secara konseptual
memberdayakan perempuan. Mungkin alqur”an adalah kitab pertama didunia yang
mendeklarasikan secara tegas, seiring dengan keadilan, hak-hak istri (dengan
memperhatikan suami mereka) adalah sama dengan hak-hak suami(adalah sama dengan
hak-hak (suami)yang mereka miliki, meskipun laki-laki harus didahulukan
daripada mereka(dalam hal ini).
Ayat itu juga
diterjemahkan dengan, “dan perempuan mempunyai hak yang sama dengan hak yang
dimilki laki-laki dengan secara adil” (QS. Albaqoroh:228).Akan terlihat disini
bahwa penekanan pada “keadilan”. Ini adalah sebuah deklarasi radikal yang
berpihak pada perempuan. [3]
Peranan wanita sebagai ibu rumah tangga, bukan kewajiban,
tetapi bentukan budaya. Pathriaki dipahami secara
hatfiyah yang berarti”kekuasaan bapak” yaitu keluarga yang dipimpin dan
dikuasai laki-laki. Dampak budaya pathriarki pada pembagian peran adalah
sebagai berikut :
1.
Suami
berperan disektor publik, produktif, maskulin dan kewajiban mencari nafkah
utama
2.
Istri
berperan sebagai sektor domestik, reproduksi,feminin dan seandainya mencari
nafkah, maka sebagai pencari nafkah tambahan.
Konstruksi sosial tentng gender
menjadikan perempuan lebih memilih pekerjaan yang sifatnya melayani dan masih
berkaitan dengan peran domestiknyadirumah tangga. Dengan demikian, lapangan
kerja juga mengalami segregrasi atau pemilahan antara tugas laki-laki dan
perempuan. Peran yang umum yang dipilih perempuan pun menjadi guru,
perawat,pekerja sosial, guru sederhana, sekretaris dan lain sebagainya.
Masyarakat juga lebih memandang laki-laki mampu menjadi insyinyur, dokter,
astronot dll.
Pada dasarnya kedudukan laki-laki dan perempuan adalah setara
dalam hal dan bidang apapun. [4]
Para feminis muslim menuduh adanya
kecenderungan misoginis(kebencian terhadap perempuan) dan pathriarki (dominan
laki-laki) didalam penafsiran teks-teks
keagamaan klasik, sehingga menghasilkan tafsir-tafsir keagamaan yang
bias kepentingan laki-laki. Mereka mencontohkan tentang hukum kepemimpinan
(apakah dalam keluarga maupun dalam politik). Penguasaan nafkah, dan sebagainya
yang dianggap sebagai menjadikan perempuan tidak mandiri secara ekonomis dan
tergantung secara psikologis.[5]
IV.
KESIMPULAN
Perempuan
mempunyai hak yang sama dengan hak yang dimiliki laki-laki dengan cara yang
adil. Peran perempuan sebagai ibu rumah tangga bukan kewajiban. Tetapi bentuk
budaya, pada dasarnya kedudukan laki-laki dan perempuan adalah setara dalam hal
dan bidang apapun.
V.
PENUTUP
Demikian yang dapat kami sampaikan,
semoga makalah ini bisa menambah khasanah keilmuan dan kemanfaatan bagi kita
semua. Dalam makalah ini pastilah masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
saran dan kritik kami harapkan demi kesempurnaan dalam pemuatan makalah ini dan
selanjutnya.
Mohon maaf apabila terdapat banyak
kesalahan baik dalam sistematika penulisan, isi pembahasan maupun dalam hal
penyampaian materi. Semoga kesalahan-kesalahan itu menjadikan pembelajaran bagi
kita untuk yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Asghar Ali Enginer, pembebasan perempuan, yogyakarta, Lkis,
2003.
Http://hisbut-tahrir.or.id/2009/11/05/wanita-di-persimpangan-jalan-kepala-rumah-tangga-perempuan-atau-ibu-rumah-tangga-/.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Marzuki/20Dr./20M.Ag./27./20Perempuan/20dalam/20pandangan/20Feminis/20Muslim.pdf
http://www.scribd.com/doc/25292868/Gender-Dlm-Pemikiran-Islam
Siti muslkhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan Dalam
timbangan Islam, Jakarta:Gema insani,2004.
[1]. http://www.scribd.com/doc/25292868/Gender-Dlm-Pemikiran-Islam
[2].
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Marzuki/20Dr./20M.Ag./27./20Perempuan/20dalam/20pandangan/20Feminis/20Muslim.pdf
[3]
.Asghar Ali Enginer, pembebasan perempuan, yogyakarta, Lkis, 2003,Hal.111
[4] Http://hisbut-tahrir.or.id/2009/11/05/wanita-di-persimpangan-jalan-kepala-rumah-tangga-perempuan-atau-ibu-rumah-tangga-/.
[5]
Siti muslkhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan Dalam timbangan
Islam,Jakarta:Gema insani,2004,Hal.46-47.
0 komentar:
Posting Komentar
Sudah dibaca,,, nggak asyik donk,,, kalau nggak dikomentari,,, (^_^)