Selasa, 27 Januari 2015

DAKWAH DAN KELAS SOSIAL



I.       PENDAHULUAN
Bila kita mengamati orang-orang di masyarakat dengan cermat, sering kali kita melihat bahwa orang-orang tersebut saling berbeda antara orang yang satu dengan orang yang lain, di dalam berbagai hal perbedaan ini berupa perbedaan fisik, perilaku, gaya hidup, cara berpakaian dan sebagainya.  Perbedaan atau persamaan yang kita amati tersebut pada umumnya berhubungan erat dengan perbedaan latar belakang sosial, budaya dan lingkungan alamiah tempat mereka hidup muncul pula berbagai gejala lapisan masyarakat ataupun dengan istilah kelas sosial.

II.    PEMBAHASAN
  1. Pengertian Kelas Sosial
Para sosiolog umumnya juga menggunakan kelas sosial dengan arti yang sama dengan status ekonomi sosial. Keduanya saling dipertukarkan atau dipakai sekaligus bersama-sama. Pada prinsipnya kelas (social class) adalah penggolongan manusia yang tidak terang batas-batasnya dan hanya memperlihatkan keadaan-keadaan milik atau penghasilan daripada persekutuan / tindakan bersama.[1]
Sering juga kita mengklasifikasikan orang-orang ke dalam beberapa kategori yang lebih bebas misalnya golongan atas, golongan menengah dan golongan  rendah. Dan menurut filosof Aristoteles mengatakan di dalam suatu masyarakat terdiri atas tiga golongan, kelas kaya, kelas menengah, kelas miskin.[2]
Pitirim seorang sosiologi berpendapat sistem lapisan mereka ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atasan. Mereka yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.[3]

  1. Aspek-aspek Kelas
Pelapisan sosial yang merujuk pada suatu hierarki yang berlapis atau berstrata dari suatu masyarakat. Lapisan atau hierarki yang dimaksud juga merujuk pada hal-hal atau keadaan yang berbeda-beda, dan perbuatan tersebut pada dasarnya bersumber pada pembagian yang tidak merata atau timpang atas daya atau sumber-sumber kekayaan, kekuasaan, hak dan prestise di kalangan anggota suatu masyarakat, terlepas dari pengertian merata yang kita sepakati. Max Weber melihat bahwa kekayaan, kekuasaan, prestise merupakan 3 faktor yang terpisah-pisah, namun saling berkaitan erat.
a.       Kekayaan
Dapat diberi definisi yang beraneka ragam sesuai dengan realitas sosial masing-masing kebutuhan. Dalam hubungannya pelapisan sosial, kekayaan dipahami para sosiolog sebagai suatu hak atau pemilikan orang lain atau yang dimiliki orang lain. Kekayaan juga dapat diterjemahkan misal, dengan uang seseorang dapat secara berarti meningkatkan atau memperbaiki statusnya.
b.      Kekuasaan
Merupakan kekuatan atau kemampuan seseorang untuk membuat orang lain atau sekelompok orang tunduk padanya.
c.       Prestise
Adalah suatu kehormatan yang diperoleh seseorang atau sekelompok orang yang biasanya dihubungkan dengan suatu peran tertentu atau jabatan tertentu.[4]

  1. Peran Dakwah dalam Kelas Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali seseorang itu, berdasarkan ukuran tertentu dianggap berkedudukan lebih rendah atau lebih tinggi dari semestinya. Dan keadaan demikian mengakibatkan ketimpangan atau kesenjangan sosial maupun kesenjangan status.
Misal saja seorang yang berpendidikan tinggi (sarjana) yang hanya bisa menemukan pekerjaannya sebagai supir taksi atau supir oplet, dan tanpa memberinya prestise yang terhormat, sebaliknya orang yang tidak mempunyai pendidikan formal yang tinggi, namun dapat mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat seperti halnya konglomerat kaya raya tidak berpendidikan mendapat prestise yang luar biasa dari masyarakat.
Peran dakwah di sini bukan hanya terletak pada usaha mengajar kepada keimanan dan ibadah saja, lebih dari itu dakwah adalah penyadaran manusia atas keberadaan dan keadaan hidup mereka.[5]
Dalam surat Al Hujurat ayat 13 dengan jelas mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal satu sama lain. Dan sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Walaupun keadaan kita berbangsa-bangsa, bersuku-suku dengan begitu banyak perbedaan tetapi Allah memerintahkan untuk saling berinteraksi agar saling mengenal, dan yang namanya perbedaan dalam kelas sosial ataupun status sosial seseorang tidak begitu berarti di mata Allah, hanya takwanyalah yang membedakannya.
III. KESIMPULAN
Di sini peran dakwah sebagai sarana untuk penyampaian pesan yang membawa perubahan pada diri individu maupun kelompok dalam menyikapi suatu keadaan. Dakwah seharusnya bisa meminimalisir keadaan pada  diri seorang yang pada konteks kelas sosial dan status sosial mengalami gejala kesenjangan sosial ataupun kesenjangan status yang mungkin membawa tekanan batin atau mental (mental stress) yang dapat melahirkan perilaku yang menyimpang bagi orang-orang yang mengalaminya.

IV. PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat, kami menyadari dalam makalah kami begitu banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan. Semoga bermanfaat bagi pembaca.


DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Pengantar Sosiologi, Semarang, Ramadhani, 1974.
Soerjarno, Soekarno, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT Raja Grafindo, 1990.
Bahrein T, Sugitten, Sosiologi Pedesaan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1994.
Awaludin Pimay, Metodologi Dakwah, Semarang, Rasai, 2006.



[1] Abu Ahmadi, Pengantar Sosiologi, Semarang, Ramadhani, 1974, hlm. 82.
[2] Soerjarno, Soekarno, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT Raja Grafindo, 1990, hlm. 251.
[3] Ibid, hlm. 84
[4] Bahrein T, Sugitten, Sosiologi Pedesaan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1994, hlm. 143-145
[5] Awaludin Pimay, Metodologi Dakwah, Semarang, Rasai, 2006, hlm. 5

0 komentar:

Posting Komentar

Sudah dibaca,,, nggak asyik donk,,, kalau nggak dikomentari,,, (^_^)